Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang
diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani
Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi
kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini.
Quraish Shihab dalam bukunya Dia
dimana-mana menyatakan
bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa
itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari
tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua
tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini
bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih
hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas
dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak
bersuara.[1]
Maka
dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun dari
bukit setelah meraih wahyu Tuhan. Telah bersusah payah Nabi Musa menyadarkan
mereka, tetapi tetap saja selalu membangkang bahkan hendak membuat Tuhan
tandingan, yaitu berhala sapi yang terbuat dari emas.
Kisah
ini mengajarkan kita agar jangan berlebih-lebihan kepada sapi. Karena sapi pada
hakikatnya hanyalah hewan biasa, tidak lebih. Apalagi sampai disembah. Seperti
umat terdahulu ataupun agama Hindu yang menyakralkan sapi. Sehingga wajar Allah
mengharamkan sapi kepada Bani Israil (QS. Al-An’am [6]: 146).
Ada
juga sebuah pelajaran dari Rasul bagaimana kita berakhlak kepada binatang ini
dalam hal penyembelihan. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Ya’la bahwa
Rasulullah bersabda “sesungguhnya
Allah telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu karena itu, jika engkau
membunuh (dalam peperangan) bunuhlah dengan baik. Jika kamu menyembelih
sembelihlah dengan baik. Dan hendaklah seorang dari kalian menajamkan pisaunya
dan menyenangkan (tidak menyiksa) hewan sembelihannya” (HR. Muslim)
Sebelum
ada para penggiat hak asasi pada hewan, Rasulullah telah mengingatkan kepada
umat islam supaya menghormati hewan, yaitu dengan bersikap baik kepada mereka.
Agaknya perlu direnungkan kembali oleh kita selaku pengikutnya, karena saya pun
terkadang tak kuat melihat proses penyembelihan karena para penyembelihnya
seringkali berbuat kasar.
Hadits ini telah didukung dengan sebuah penelitian ilmiah yang mendeteksi bahwa jika
binatang teraniaya, ketakutan atau merasa diteror, maka ia akan
mengeluarkan mekanisme pertahanan dalam tubuhnya dan akan mengeluarkan
zat berpengaruh tidak baik pada dagingnya. Dengan kata lain, daging
binatang yang disembelih dengan cara yang zalim/menyiksa, dagingnya tidak akan
sehat untuk dikonsumsi. Mekanisme pertahanan binatang tersebut juga berlaku
saat si hewan menyaksikan sesamanyanya dianiaya. [2]
Akhlak
lainnya adalah dengan mengucapkan nama Allah ketika ingin menyembelihnya.
Sebagaimana yang difirmankan dalam surat Al-An’am [6]: 121 dan ayat 145. Adapun
hal yang dapat dipetik dari penyebutan nama Allah ini ialah, pertama kita telah
melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan yang kedua
ialah menjadikan binatang yang disembelih merasa senang, karena dia telah
merasa dirinya dikorbankan untuk Allah, sehingga tak ada rasa bersedih lagi
dalam dirinya. Bukankah sapi juga berperasaan?
Sapi
juga dapat menjadi bahan suguhan yang baik untuk para tamu. Maka dari itu untuk
menyembelihnya pun harus dengan cara yang baik. Sapi pernah dijadikan bahan
suguhan oleh Nabi Ibrahim tatkala malaikat mengunjunginya. (QS. Hud [11]: 69).
Tetapi
dewasa ini, terlihat bahwa kebutuhan manusia akan daging hewan untuk dikonsumsi semakin meningkat sehingga membuat para ahli
di negara–negara modern melakukan rekayasa genetika, seperti menyuntikkan
hormon tertentu atau memberi pakan yang tidak alami hingga si hewan cepat
tumbuh besar, padahal upaya tersebut akan menghasilkan zat yang tetap bersemayam
dan tidak lantas sirna saat daging dimasak. Anda dapat menyaksikan penjelasan
lebih detail dan ilmiah mengenai ini pada sebuah film dokumenter keluaran tahun
2009 yang berjudul Food Inc. [3]
Dari sini dapat kita
pahami bahwa mengonsumsi sesuatu pun tidak boleh berlebihan. Seharusnya manusia
dapat menggunakan pola makan yang seimbang sehingga tidak menimbulkan masalah.
Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya, “makanlah dari rezaki yang baik
yang telah Kami berikan padamu, dan janganlah melampaui batas padanya yang
menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya
lagi Maha Melihat” (QS. Thaha [20]: 81)
Telah diketahui
bahwa Rasulullah atau para sahabatnya tidaklah mengonsumsi daging secara
terus-menerus. Terkadang daging, terkadang pula buah-buahan seperti kurma,
ataupun hanya sekedar roti.
Sebagai penutup,
penulis menyimpulkan bahwa manusia harus bersikap baik kepada hewan, begitu pun
kepada sapi. Tidak boleh berlebihan seperti menyembahnya dan tak boleh pula
berbuat aniaya seperti berlaku kasar ataupun mengonsumsinya secara berlebihan.
Komentar
Posting Komentar