Kesalahpahaman di antara
Muslim-Kristen
Gambar dikutip dari https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5HfUzxu9ofsqJXeZInVZkYpBxrmvrb-KNsMpjosUbzmRQeaT6dj0o6htCKzPniBehqqnZF1DW1_i5Qir8nnfyyw9jET5eo_42MyCv9mb944IGVapj7LRKOIAJVSl_cTDxW3dLt2DR9anM/s1600/nikah+beda+agama.jpg
Nyatanya
mayoritas masyarakat dunia saat ini mengaku berafiliasi dengan agama Islam dan
Nasrani, terlepas apakah mereka benar-benar mengikuti ajaran Isa dan Muhammad.
Dan Indonesia, menurut Saya dapat dikatakan sebagai miniatur dunia karena
penduduknya yang mayoritas beragama Islam dan Nasrani (Katolik dan Kristen) dimana
mereka dapat berkembang pesat tanpa pertetangan yang signifikan. Satu hal yang
secara sunnahtullah tidak dapat
dihindari, yaitu interaksi di antara keduanya, baik interaksi positif maupun
negatif.
Sayangnya,
dekade belakangan interaksinya cenderung menuju ke arah negatif, bahkan tidak
sehat. Walaupun di sana sini terdapat usaha untuk mengeratkan hubungan di
antara keduanya, faktanya masyarakat lebih suka berprasangka buruk terhadap
orang yang berbeda keyakinan. Bukan hanya dari kalangan grassroots, terkadang pemimpin agamanya pun malah menjadi
pemicunya. Mengejek, memfitnah, menebar kebencian, bahkan hingga melakukan
terror lebih sering terasa, sebagaimana yang diekspos oleh media-media
Indonesia. Iya, Saya tahu, kalau mereka suka mereduksi sesuatu supaya perutnya
tetap buncit. Saya juga tahu kalau permasalahan ini kadang juga tidak murni
melulu soal agama Islam vis a vis Kristen, melainkan banyak kepentingan-kepentingan
yang membaur di dalamnya, tapi toh kita tidak bisa menutup realitas ini, dimana
hubungan Muslim-Kristen sebagaimana yang direkam oleh para reporter, berjalan
di arah yang tidak sepatutnya. Kadang hal ini juga diperparah oleh sikap
ketidakdewasaan umat-umat beragama dalam menyikapi sebuah permasalahan.Terlalu
reaktif bukanlah sesuatu yang bijaksana dan menandakan kalau mereka belum cukup
menjadi orang yang damai hatinya. Marah boleh (wajar) apalagi kalau merasa
agamanya dihina, tapi ya mbok jangan sampai belebihan, nanti malah mendapat counter attack.
Salah
satu penyebab interaksi negatif di antara Muslim-Kristen itu karena mereka
selalu berusaha memahami agama lain melalui kacamata agama mereka, atau yang
lebih parah, mengenal agama lain melalui reka-reka, tanpa bertanya langsung ke
sumbernya. Wajar saja kalau muncul kesalahpahaman. Contoh kecil, mengenai
konsep teologi Kristen yang masih sampai saat ini disalahpahami oleh sebagian
umat Muslim. Mereka menyangka kalau umat Kristen menyembah tiga Tuhan. Mereka
yakin sekali dengan pendapat ini, apalagi setelah diperkuat dengan persetujuan
ayat Quran yang memang menyatakan demikian dalam beberapa ayatnya. Tapi mungkin
mereka akan terkejut jika mendengar penjelasan dari umat Kristen dimana mereka,
sama dengan umat Muslim, menyembah hanya satu Tuhan saja, bukan tiga. Tentu ada
perbedaan mengenai konsep esanya Tuhan versi umat Islam dengan umat Kristen.
Contoh
lain mengenai kristenisasi. Sepertinya umat Muslim anti sekali dengan hal ini,
padahal mereka juga melakukan -atau bahkan dianjurkan- islamisasi (dakwah). Seharusnya
kita memahami bahwa kedua agama ini adalah agama misi. Ya sudah, biarkan kedua
agama ini menyebarkan kebenaran yang mereka yakini. Yang dilarang adalah
caranya, bukan kegiatannya. Misalnya, kalau mereka memaksa, mengintimidasi, itu
yang perlu dikritisi, tapi kalau mereka melakukannya dengan menebar kasih
sayang, memberi bantuan, apa salahnya? sejak kapan melakukan kebaikan itu
dilarang? Agaknya saudara seiman Saya harus lebih membaca kenyataan kalau di
negara-negara Barat, saudara muslim kita sangat giat menyebarkan agama Islam di
sana. Sangat tidak adil saat umat Muslim boleh menyebarkan ajaran agamanya
sedangkan penganut lain dilarang atau dimaki-maki. Kalau mau wa-was ya boleh
saja, tapi bukan dengan mengutuk atau melarang kegiatan kristenisasi. Misalnya
dengan melakukan upaya pencerdasan atau peningkatan keimanan jamaahnya.
Satu
hal lagi yang perlu dipahami oleh umat Muslim, bahwa tidak semua kegiatan
kristenisasi secara tegas atau eksplisit bertujuan untuk mengubah keyakinan
(agama) seseorang. Ada dua alasannya, pertama mereka menganggap bahwa kegiatan
kristenisasi ini murni untuk menolong sesama –yang membutuhkan, sebagaimana
yang dicontohkan oleh tokoh suci mereka, Bunda Teresa. Saya pernah mengikuti
kegiatan kristenisasi di Bandung. Biasanya mereka tidak menggunakan kata
kristenisasi melaikan social service atau
mission trip. Di sana, bukannya
memaksa penduduk setempat untuk mengubah agamanya –menjadi Kristen- mereka
murni hanya memberikan bantuan berupa kegiatan pelayanan sosial, layaknya
mahasiswa yang mendapatkan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mulai dari memberi
pengobatan gratis, pemberian kacamata baca, pendidikan kesehatan bagi
anak-anak, hingga mengecat beberapa bagian dari masjid dilakoninya. Sepanjang kegiatan
tersebut, sama sekali tidak terdengar kata-kata sensitif seperti, “masuklah ke
agama kasih (Kristen)”. Kedua, tidak sedikit dari mereka yang meyakini bahwa
surga tidak hanya ditujukan bagi para penganut Kristen, melainkan kepada siapa
saja yang melakukan kebaikan kepada sesama –tentu atas perintah Tuhan.
Implikasinya, mereka tidak perlu bersusah payah untuk memaksa orang pindah ke
dalam agamanya toh apapun agamanya
akan mendapatkan kesempatan masuk surga.
Di
sisi lain, sangat disayangkan pula masih banyak dari kalangan Kristen yang salah
paham mengenai Islam dan umat Muslim, seperti menganggap Islam adalah agama
kekerasan, agama yang penuh nafsu –karena menginzinkan pria menikahi empat
orang wanita, atau Islam sangat mengekang perempuan. Ini karena mereka belum
paham atau mencoba untuk masuk ke dalam tradisi keislaman yang sedikit banyak
tentu berbeda dengan karakteristik tradisi umat Kristen.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tidak
mudah memang untuk memahami agama lain, terlebih sudah banyak cap-cap negatif
yang telah tertanam di dalam diri kita mengenai agama lain, tapi kalau misinya
adalah untuk menuju perbaikan sosial, maka mutlak diperlukan yang namanya
kesalingpengertian. Apakah tega melihat anak cucu kita, bahkan sampai kiamat,
harus mewarisi persoalan-persoalan ini? tidak adakah ruang bagi mereka untuk
merasakan kedamaian di dunia ini?
Sedikitnya
ada tiga hal yang mungkin dapat kita lakukan demi terciptanya hubungan yang
harmonis bagi kedua belah pihak. Pertama, cobalah pahami ajaran agama lain
dengan baik dan benar (kredibel). Masukkan juga hati yang bersih tanpa
prasangka saat memperlajarinya, karena kalau niatnya saja sudah negatif, maka
sudah tahulah bagaimana hasilnya. Jika merasa agak kesulitan, bisa tanyakan
kepada orang yang berkompeten di bidangnya, seperti ulama, cendekiawan, imam,
pastur, dan sebagainya. Harus dipahami bahwa tidak ada sesuatu yang homogen di
dalam suatu agama, jadi jangan mudah untuk menjustifikasi agama tersebut, yang
padahal bisa jadi itu baru salah satu dari pendangan agama tersebut. Kedua, kalaupun
akhirnya mendapatkan sesuatu yang tidak disepakati –setelah menelusuri sumber,
baik karena bertentangan dengan rasio maupun ajaran agama yang diyakini,
sebaiknya rasa toleransi bahkan empati harus ditekankan. Kalaupun hendak
membantah, pilihlah waktu dan tempat yang cocok, seperti memang sedang berada
di dalam kegiatan perdebatan teologis misalnya. Jadi, tidak bisa berbicara
seenaknya. Dalam Islam sendiri ada larangan menghina Tuhan atau ajaran agama
lain karena ditakutkan mereka akan membalas kepada sesuatu secara berlebihan
(tidak pada porsi yang tepat). Terakhir, patut diketahui oleh kedua belah
pihak, bahwa Islam dan Kristen memiliki kesamaan-kesamaan di dalam ajarannya.
Yang paling terasa adalah anjuran untuk mencintai Tuhan dan mencintai sesama
–tanpa pandang bulu. Dua hal ini seharusnya yang dijadikan perhatian oleh
manusia modern jika sungguh-sungguh mengharapkan masa depan dunia yang lebih
baik. Semoga. []
Pare, 17 Oktober 2016.
Komentar
Posting Komentar