Siapa yang
tidak mengetahui sosok nan lucu ini. Mereka selalu berkeliaran mencari makan,
mulai dari ikan-ikan kecil, sampai tikus diburunya. Bahkan kejar-kejaran antara
kucing dan tikus sudah dijadikan film cartoon
ternama, ‘Tom and Jerry’. Tetapi tahukah kalian
bahwa tidak selamanya kucing hidup enak. Sering kali mereka kesulitan mencari
makan, tidur di pinggir jalan, kedinginan, dan yang membuat penulis merasa
miris, yaitu masih banyak orang-orang yang menyiksanya. Mulai dari anak-anak,
sampai orang dewasa, tak jarang pula majikannya berlaku demikian. Lantas harus
bagaimanakah kita menyikapinya.
Sebelum merujuk kepada Islam, baiknya
kita menyelami sejarah terlebih dahulu. Ternyata binatang yang lucu dan manja
ini telah berbaur dengan kehidupan manusia sejak kira-kira 3.500 tahun lalu,
sejak bangsa Mesir menggunakan mereka untuk mengusir tikus atau hewan pengerat
lainnya yang kerap merusak panen mereka. Pada tahun 1800 peneliti menemukan
sebuah kuburan yang berisikan 300.000 mumi kucing. Bagi bangsa Mesir kuno,
kucing adalah hewan yang disucikan, karena mereka menganggap kucing sebagai
penjelmaan Dewi Bast. Apabila ada yang berani membunuh kucing, maka ia akan
diberi hukuman mati. Kucing yang mati akan dimumikan seperti halnya manusia.
Memang
sebuah perbuatan yang patut ditiru jika memperlakukan binatang dengan baik,
tetapi agaknya apa yang dilakukan oleh bangsa Mesir ini berlebihan karena
menganggap kucing sebagai hewan jelmaan dewa. Berbeda dengan islam yang
memperlakukan binatang dengan baik tetapi masih dalam koridor yang wajar.
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memberikan pandangan yang besar terhadap
makhluk-makhlukNya. Allah tidak membiarkan salah satu makhluk-Nya berbuat berlebihan
ataupun aniaya terhadap yang lain. Melalui Rasul-Nya, Dia telah memberikan prinsip-prinsip
yang harus dipatuhi oleh manusia sebagai makhluk yang diberi amanah untuk
memakmurkan bumi ini. Salah satunya adalah berakhlak kepada kucing.
Rasulullah bersabda, “seorang wanita akan di siksa karena
kucingnya yang dikurung hingga mati lalu akan masuklah wanita iu kelak ke dalam
neraka. Kucing itu tidak diberinya minuman yang tiba-tiba ditahannya dan tidak
diberikannya makan serangga bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah salah satu akhlak yang diajarkan
Nabi kepada manusia terhadap seekor
kucing. Kita sebagai manusia tidak boleh mengurung bahkan menyiksa dengan cara
apapun. Hadits ini saja sudah mengancam seorang yang mengurung kucing tanpa
diberi makan atau minum, apalagi apabila menyiksanya dengan menggunakan
alat-alat yang berbahaya. Saya merasa sedih ketika mendengar di televisi ada
seorang lelaki yang menyiksa kucingnya dengan alat yang berbahaya hingga mati
hanya karena suatu masalah yang sepele.
Dahulu kala pada zaman Nabi Muhammad,
hidup seorang sahabat Nabi yang sangat menyayangi kucing. Dia adalah seorang
tokoh yang sampai sekarang namanya tetap masyur di kalangan umat Islam lantaran
banyak meriwayatkan hadits, yakni Abu Hurairah.
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani
Daus di Yaman. Ia
diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya bekerja pada
Basrah binti Ghazawan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Nama
aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia
dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan
memelihara kucing. Diriwayatkan atsar oleh Imam
At-Tirmidzi dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah. Abdullāh bin Rāfi' berkata, "Aku
bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernama kuniyah Abu
Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah
yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar, demi Allah,
sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku
dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor
kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang
pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku bermain-main
dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si kucing kecil)."[1]
Lihatlah betapa mulianya akhlak sahabat
Nabi itu. Beliau memeliharanya dengan penuh kasih sayang, terkadang beliau pun
bercanda walau hanya kepada seekor kucing. Itulah yang seharusnya kita tiru dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
Ada juga sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Kabsyah binti Ka’b bin Malik
menceritakan bahwa Abu Qatadah, mertua Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia
menuangkan air untuk wudhu. Dan pada saat itu, datang seekor kucing yang ingin
minum. Lalu ia menuangkan air di bejana sampai kucing itu minum. Kabsyah
berkata, “perhatikanlah!” Abu Qatadah berkata, “apakah kamu heran?”
Kabsyah menjawab, “ya” Lalu Abu Qatadah berkata bahwa Rasulullah pernah
bersabda, “Kucing itu tidak najis, ia binatang yang suka berkeliling di
rumah (binatang rumahan).”
Riwayat lain
menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ia (kucing) tidak najis. Ia
binatang yang berkeliling.” Aisyah pernah melihat Rasulullah saw. berwudhu
dari sisa jilatan kucing. (HR Al-Baihaqi, Abd Al-Razzaq, dan Al-Daruquthni). Hadis
ini diriwayatkan juga oleh Malik, Ahmad dan Imam hadis yang lain. Oleh karena
itu, kucing adalah binatang yang lidah, jilatan, badan, keringat dan bekas dari
sisa makanannya adalah suci bersih.
Mengapa
Rasulullah menyatakan bahwa kucing adalah binatang yang suci dan tidak najis?
Ternyata para pakar baru menemukan fakta ilmiahnya pada abad belakangan ini.
Mereka menemukan fakta bahwa pertama, pada kulit kucing terdapat otot
yang berfungsi untuk menolak telur bakteri. Otot kucing itu juga dapat
menyesuaikan dengan sentuhan otot manusia. Permukaan lidah kucing tertutupi
oleh berbagai benjolan kecil yang runcing, benjolan ini bengkok mengerucut
seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat berguna untuk membersihkan kulit.
Ketika kucing minum, tidak ada setetes pun cairan yang jatuh dari lidahnya. Sedangkan
lidah kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling canggih, permukaannya
yang kasar dapat membuang bulu-bulu mati dan membersihkan bulu-bulu yang
tersisa di badannya. Kedua, telah dilakukan berbagai penelitian terhadap
kucing dari berbagai perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, punggung, bagian
dalam telapak kaki, pelindung mulut dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut
dilakukan pengambilan sample dengan usapan. Di samping itu, dilakukan juga
penanaman kuman pada bagian-bagian khusus. Terus diambil juga cairan khusus
yang ada pada dinding dalam mulut dan lidahnya. Adapun hasil yang didapatkan
adalah: (a) hasil yang diambil dari kulit luar tenyata negatif berkuman,
meskipun dilakukan berulang-ulang. (b) perbandingan yang ditanamkan kuman
memberikan hasil negatif sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari
dinding mulut. (c) cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan
hasil negatif berkuman. (d) sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses
penelitian, kuman itu masuk kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman biasa
yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah yang terbatas seperti,
enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus. Jumlahnya kurang dan 50 ribu
pertumbuhan. (e) tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam. Berbagai sumber
yang dapat dipercaya dan hasil penelitian laboratorium menyimpulkan bahwa
kucing tidak memiliki kuman dan mikroba. Liurnya bersih dan membersihkan. Ketiga dan hasil penelitian kedokteran dan
percobaan yang telah di lakukan di laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan
kucing bersih secara keseluruhan. Ia lebih bersih dari manusia. Bahkan
di zaman dahulu kucing dipakai untuk terapi. Dengkuran kucing yang 50 Hz baik
buat kesehatan, selain itu mengelus kucing juga bisa menurunkan tingkat stress.[2]
Walaupun
begitu, ada juga hal yang harus diperhatikan seperti bakteri toxoplasma yang
terkadang terdapat dalam tubuh binatang, termasuk kucing. Hanya saja toxoplasma
menyelesaikan keseluruhan siklus hidupnya di usus halus kucing, dan akan
dikeluarkan bersamaan dengan kotorannya (feses). Untuk itu, bagi yang ingin
memeliharanya, harus memperhatikan beberapa hal seperti:
a.
Sediakan pasir atau tempat kotoran untuk kucing dan
sebaiknya dibersihkan setiap hari.
b.
Cegahlah kucing agar tidak berburu tikus, burung,
lalat dan kecoa. Dapat diberi alternatif makanan yang bersih, matang, dan
layak.
- Jangan memberi makan hewan peliharaan dengan
daging, jeroan, tulang dan susu mentah, sebelum di masaklah terlebih
dahulu.[3]
Demikianlah
sekelumit wawasan berakhlak kepada kucing. Semoga kita dapat mencontoh perilaku
Rasulullah beserta para sahabatnya dan menghindari perilaku yang menyimpang
seperti sikap berlebihan kepada kucing ataupun berlaku kasar. Wallahu ‘alam.
[1]
Telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Sa'Īd
Al-Murabithiy, telah menceritakan kepada kami Rauh bin 'Ubādah, telah
menceritakan kepada kami Usāmah bin Zaid, dari 'Abdullāh bin Rāfi', ia berkata,
aku bertanya kepada Abu Hurairah. Jāmi' At-Tirmidzi no. 3805, Imam At-Tirmidzi berkata, "hasan gharib."
[3] ibid
Komentar
Posting Komentar