“Ada orang
yang akhirnya mengetahui agama tetapi malah untuk menyalahkan orang lain,
bukannya untuk menyalahkan diri sendiri”
Islam sebagai agama merupakan satu mata
rantai ajaran Tuhan (wahyu Allah) yang menyatu dan kehadirannya di muka bumi
telah dinyatakan final serta sempurna hingga akhir zaman. Sehingga wajar jika
Sayyid Quthb menyatakan bahwa ajaran islam merupakan satu-kesatuan yang terdiri
atas keimanan dan amal yang dibangun di atas prinsip ibadah hanya kepada Allah,
bahkan ajaran tentang tauhid (prinsip mengesakan Allah) merupakan system
kehidupan bagi setiap muslim kapan dan dimana pun.
Namun, islam yang satu dari dimensi
ajaran itu dalam kenyataan hidup para pemeluknya menunjukkan ekspresi dan
aktualisasi yang beragam, sehingga muncul fenomena “islam” (nakirah) versus “Al-islam” (ma’rifat), yang menggambarkan realitas
kemajemukan islam. Bagi kaum muslim memang hanya ada satu islam yang diwahyukan
dan dimandatkan Tuhan, tetapi banyak penafsiran tentang islam. Karena itu,
Nashir[1]menyatakan
bahwa tidak mengherankan jika dalam kenyataan tumbuh beragam kepercayaan,
praktik-praktik, dan gerakan-gerakan yang menyediakan sejumlah penilaian
tentang agama yang telah mengilhami dan mencerahi kehidupan sebagian besar
komunitas di dunia ini. Lawrence[2]
menyatakan bahwa dalam kenyataan hidup para pemeluknya, islam itu banyak. Tidak
ada lokasi tunggal atau budaya seragam yang identik dengan islam. Dengan
demikian tidak ada islam yang monolitik.
Hal
ini wajar saja dikarenakan setiap orang pasti memiliki perspektifnya sendiri
dalam mengartikan, memaknai serta menafsirkan segala sesuatu termasuk
didalamnya Alquran maupun as-Sunnah (sumber syariat Islam). Perbedaan perpektif
inilah yang kemudian menimbulkan pemahaman yang beranekaragam pula.
Adapun
faktor yang kemungkinan mempengaruhi adanya perbedaan pandangan dalam
pengintrepretasikan sumber syariat itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
situasi sosiologis, kultural, dan intelektual, dan lain sebagainya.Saya beri contoh. Misalnya Bapak Panji, ia seorang kebangsaan
Indonesia lulusan Al-Azhar Kairo, Mesir ingin memahami maksud sebuah ayat. Di
sisi lain Steven adalah seorang muslim kebangsaan Perancis lulusan Universitas Leiden, Belanda juga
ingin memahami ayat yang sama. Saya kira mereka akan memiliki kesimpulan yang
berbeda, betapapun berbeda belum tentu bertentangan.
Dengan
adanya aneka ragam penafsiran mengenai firman-firman itu, telah menyebabkan
permasalahan di kalangan umat islam sendiri. Mulai dari mengklaim kebenaran, hingga
mengklaim semuanya benar. Agaknya permasalahan ini pun merambah ke dunia
kampus. Tidak mungkin bisa disangkal, karena arus informasi pun sangat mudah
didapat.
Di
sini saya akan memaparkan keberagaman pemikiran-pemikiran keislaman yang ada di
dunia yang merambah ke dunia kampus, lalu memberikan sedikit solusinya.
Sebenarnya
banyak sekali ragam pemikiran islam yang ada di dunia. Hanya saja di sini saya
akan memberikan gambaran kasarnya. Di sebabkan yang lain-lainnya di rasa masih
sangat minim kehadirannya, terutama di kalangan mahasiswa. Sehingga saya hanya
membagi mereka menjadi lima kelompok, pertama muslim generalis, kedua
muslim tradisionalis (salafiyyah), ketiga muslim fundamentalis, dan keempat
muslim liberalis, serta kelima muslim moderat.
Muslim
Generalis
Menurut
Azyumadri Azra[3]
mereka adalah mahasiswa yang muslim yang mengamalkan ajaran islam seadanya
serta cenderung tradisional dan kovensional. Sebagian mereka bahkan tidak
begitu concern terhadap agama.Mereka yang peduli pun, seperti yang dapat
disaksikan, hanyalah melaksanakan ajaran agama seadanya sebagaimana mereka
terima dari orang tua dan lingkungan mereka. Mereka memang mengamalkan
ritual-ritual yang pokok seperti shalat dan puasa, tapi tidak begitu semangat
terhadap agama. Ironinya, mereka inilah yang terbanyak di kampus umum.
Menarik
apa yang dikatakan oleh Azra, bahwa mereka adalah kelompok yang menjalankan
agama sebagaimana mereka terima dari orang tua dan lingkungannya. Saya pun
setuju. Contohnya saja, jika kita tanya kepada mereka mengapa mereka shalat,
zakat, puasa. Biasanya jawaban yang terlontar adalah karena itu anjuran seorang
muslim. Jika kita bertanya lebih lanjut, misalnya bertanya tentang dalil
diwajibkannya shalat, zakat, dan puasa. Mereka tidak bisa jawab. Paling
jawabannya, ‘ya pokoknya islam menyuruh saya melakukan itu, saya tidak tahu
dalilnya’. Lalu jika kalian bertanya, misalnya ‘kenapa kamu sebelum shalat
mengucapkan usholli? apa dalilnya?’ mungkin mereka akan menjawab, ‘ya
ini yang diajarkan orang tua ku.’
Sungguh
disayangkan keadaan yang seperti ini. Kebanggaan bahwa Indonesia yang mayoritas
penganutnya adalah muslim masih belum bisa selaras dengan kualitasnya. Saya
juga meyakini bahwa kelompok inilah yang paling mudah terseok-seok oleh
perkembangan zaman, dan kerasnya arus globalisasi. Mengapa demikian? Karena
dalam tataran iman, mereka masih lemah. Bahkan ibadah yang dilakukan pun tidak
terlalu mengefek di dalam aktivitas kesehariannya. Terbukti banyak dari mereka
yang hidupnya bermewah-mewahan, sering makan-makanan yang mahal, suka merayakan
ulang tahun secara berlebihan, tetapi tidak peka terhadap orang miskin. Pakaian
yang dipakai pun biasanya sangat mengikuti trend walaupun bertentangan
dengan syariat atau setidaknya cuek terhadap permasalahan yang sedang terjadi,
terlebih terhadap permasalahan kaum muslim. Umumya gaya hidupnya bersifat
materialis.
Ini
merupakan tugas berat bagi kalangan aktivis dakwah kampus, karena menurut saya
kelompok inilah yang paling harus diayomi. Sepertinya, perkataan mengislamkan
orang islam masih sangat relevan. Dibutuhkan kesabaran yang ekstra dalam
menghadapinya. Jangan menyerah atau mengatakan ‘orang ini mah tidak akan
bisa taubat’ karena sungguh Allah akan membantu orang-orang yang membela
agamanya. Kita bisa melihat sejarah, Rasulullah saja yang merupakan manusia pilihan
Allah, manusia terbaik, membutuhkan puluhan tahun untuk bisa meluruskan iman
seseorang.
Selain
itu, seperti yang telah saya beritahu sebelumnya, kekuatan jamaah sangat mutlak
dibutuhkan. Bergabunglah dengan aktivis-aktivis lainnya guna menyelesaikan
permasalahan yang ada di kampus, terutama yang berkaitan dengan masalah
keagamaan mereka.
Muslim
Tradisional
Ini yang merupakan
satu-satunya kelompok yang berasal/ khas Indonesia asli, bukan dari luar,
walaupun mungkin di luar negeri ada yang seperti ini sesuai dengan ciri khas
negaranya masing-masing.
Mereka memiliki gaya
hidup layaknya santri dan memang dapat diyakini umumnya mereka adalah mahasiswa
yang pernah nyantri di pondok pesantren tradisional.
Kurzman[4]menyebutnya
sebagai kelompok islam adat. Islam adat tergolong sebagai tradisi pertama dalam
islam, yang ditandai oleh kombinasi kebiasaan-kebiasaan kedaerahan dan
kebiasaan-kebiasaan yang juga dilakukan di seluruh dunia islam.
Kebiasaan-kebiasaan tradisi islam tersebut seperti penghormatan terhadap
tokoh-tokoh yang dianggap suci, kepercayaan suci terhadap hal-hal yang
dipandang gaib dan tempat-tempat keramat seperti kuburan dan lain-lain.
Mereka memiliki model
pemikiran yang berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi mereka
–tidak seluruhnya- segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas oleh
para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau
merujukkan dengannya.
Nashir[5]menyatakan
bahwa kelompok islam tradisional seperti halnya di Indonesia terutama dalam
konteks gerakan awal abad ke-20 seperti kelahiran Nahdatul Ulama, menurut
Deliar Noer menunjukkan indikasi mengorganisasi diri untuk memperkuat pemikiran
dan kesatuan sesama golongan tradisi lainnya baik di dalam negeri maupun
kemungkinan dengan sesama golongan tradisi lainnya terhadap sikap penentangan
terhadap wahabi di Arab Saudi.
Singkatnya, karena
memang kebanyakan pondok pesantren tradisional di Indonesia bercorak paham yang
sama dengan Nahdatul Ulama (NU), bisa dipastikan pula bahwa mahasiswa kelompok
ini berpaham sama dengan Nahdatul Ulama.
Kehadirannya masih bisa
kita perhatikan di lorong-lorong masjid kampus. Mereka menamai dirinya sebagai
organisasi Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama (KMNU).Ada pun pembahasannya masih
sama, perihal fikih. Dan buku yang dipakai pun masih kitab-kitab kuning dengan
menggunakan metode sorogan. Saya tidak tahu apakah pembahasan mereka masih
seperti pengajian-pengajian di masjid, seperti masih mempertentang-tentangkan
permasalahan qunut subuh, shalawat yang memakai sayyidina¸tarawih 20
rakaat atau sudah beralih ke permasalan-permasalan yang lebih kompleks. Mereka
juga adalah kelompok yang amat bertentangan dengan golongan wahabi, karena
wahabi selalu menganggap mereka sebagai golongan ahli bid’ah.
Saya berharap
seharusnya mahasiswa golongan tradisional ini sudah bisa merambah ke hal-hal
lain, tidak seputar masalah-masalah fikih yang sudah dibahas berlarut-larut,
seperti permasalahan-permasalahan kontemporer yang sangat membutuhkan solusi.
Muslim
Fundamentalis
Jika ditinjau dari sudut kebahasaan, memang pengertian
fundamentalis ini dapat dimaknai sebagai corak keislaman yang dalam pemahaman
dan praktiknya bertumpu pada hal-hal yang bersifat asasi (mendasar), terutama
terkait dengan rukun islam dan iman. Jika seperti ini, berarti semua aliran
yang menjadikan rukun iman dan islam sebagai ajaran utamanya baik mereka Sunni,
Syiah, Muhammadiyyah, ataupun Nahdatul Ulama, termasuk kedalam kategori ini.
Tetapi tidak semudah itu untuk memasukkan beberapa kelompok paham keagamaan
dalam islam fundamentalis, karena harus dilihat ciri-ciri dan ajaran pokok
dalam pemikirannya[6].
Seperti yang dinyatakan oleh Nashir[7]istilah
fundamentalisme ini berkembang pada abad ke-20, yang bermula dari pengalaman
Kristen yang pemahaman agamanya lebih bersikap konservatif, kaku, bergaris
keras, sebagai kebalikan dari orientasi dan kelompok modernis, yang menolak
interpretasi baru yang bersifat liberal dalam memahami agama.Pada akhirnyapenyebutan
fundamentalisme ini juga diperutukkan kepada agama-agama yang lain, termasuk
islam.
Pengertian ini
ternyata senada dengan pengertian fundamentalis yang ada di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ‘Penganut gerakan
keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali
ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat dalam kitab suci’[8].
Istilah fundamentalis atau sering disebut fundamentalisme
memiliki kesamaan dengan berbagai istilah, yaitu fanatisme, islam garis keras,
revivalisme ekstrem, ekstremisme, radikalisme, bahkan yang paling menyudutkan
adalah terorisme. Konsekuensi dari istilah itu tidak selalu sama, tetapi
memiliki kemiripan-kemiripan karakter, yaitu kekerasan, baik kekerasan
pemikiran maupun kekerasan tindakan atau gerakan. Jadi, kekerasan menjadi watak
bersama sehingga mengikat titik pertemuan dari semua istilah tersebut[9].
Menurut Kuntowijoyo[10]corak
pemikiran islam fundamentalis ini ingin mengembalikan model kehidupan umat
islam seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dalam segala aspek kehidupannya.
Adapun tiga ciri utama dari pemikiran islam fundamentalis
menurut Bobby Sayyid[11]
yaitu; pertama control terhadap
perempuan; kedua praktik politik
menentang pluralisme; dan ketiga penyatuan
agama dengan politik.
Fundamentalisme islam sebagai pemikiran maupun gerakan
apapun penilaiannya dalam kenyataannya tetap tumbuh dan berkembang sebagai
fakta sosiologis. Gerakan ini bahkan telah menjadi fenomena gerakan Transnasional
yang tumbuh di berbagai belahan bumi[12].
Dalam konteks islam, gerakan fundamentalis itu berupaya
melawan Amerika dan sekutu-sekutunya, termasuk Negara muslim yang menjadi
sekutu mereka. Gerakan ini melawan kepentingan-kepentingan Amerika dan
sekutu-sekutunya yang tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk kepentingan
di dunia muslim. Gerakan ini juga melawan masyarakat tertentu yang memiliki
atau menjalani keyakinan dan praktik kehidupan yang bersebrangan dengan
garis-garis dasar dari gerakan tersebut. Dengan demikian, gerakan ini melakukan
tindakan-tindakan pemaksaan kepada orang lain[13].
Gerakan ini muncul akibat dari sebab-sebab internasional,
yaitu tekanan-tekanan ideologis, politik, militer, ekonomi, dan intelektual,
yang dimainkan oleh Negara maju seperti Amerika dan sekutunya terhadap
Negara-negara muslim terutama Palestina. Tokoh-tokoh gerakan tersebut sering
kali melontarkan statement bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan kekerasan
selama Amerika dan Israel tidak berhenti melakukan penekanan-penekanan terhadap
Palenstina. Ada solidaritas bersama diantara tokoh-tokoh itu terhadap nasib
sesama muslim yang menimpa Pelestina, sebagai Negara yang harus bayar mahal
akibat kekejaman Israel yang disokong oleh Amerika dan sekutunya[14].
Menurut Fahd Ahmad Arifan[15]istilah "fundamentalisme Islam" atau "Islam
fundamentalis" ini sebenarnya banyak dilontarkan oleh kalangan pers
terhadap gerakan-gerakan kebangkitan Islam kontemporer semacam Hamas,
Hizbullah, Al-Ikhwanul Muslimin, Jemaat Islami, Salafy, dan Hizbut Tahrir.
Penggunaan istilah fundamentalisme yang dilabelkan oleh media massa terhadap
gerakan Islam kontemporer tersebut, disamping bertujuan memberikan gambaran
yang 'negatif' terhadap berbagai aktivitas mereka, juga bertujuan untuk
menjatuhkan 'kredibilitas' mereka di mata dunia.
Gerakan ini cepat berkembang seperti sel, meskipun berupaya
ditumpas oleh Amerika dan sekutunya. Gerakan ini telah menyebar ke seluruh
dunia termasuk ke Indonesia. Jamhari Makruf menegaskan, “perkembangan islam
kontemporer Indonesia dimarakkan oleh munculnya gerakan dari sekelompok umat
islam Indonesia untuk mengambil bentuk gerakan yang lebih bersifat radikal”
lantaran gerakan radikal ini, akhirnya Indonesia di cap sebagai “the nest of terrorism” (sarang teroris),
sehigga potret islam Indonesia yang selama ini dikenal sebagai islam moderat
menjadi terkubur[16].
Pemikiran dan gerakan fundamentalis yang berasal dari sejumlah
Negara di Timur Tengah ini akhirnya diadaptasi pula oleh mahasiswa Indonesia,
walaupun ada penyesuaian-penyesuaian pada bagian-bagian tertentu. Tapi yang
pasti, saya belum pernah (setidaknya di kampus sendiri) melihat ada mahasiswa
yang melakukan kekerasan fisik atas nama agama, yang ada masih kekerasan dalam
bentuk sikap/ perkataan, seperti ucapan kafir, sesat, atau bid’ah.
Kalau boleh dikatakan, kelompok ini terbanyak kedua setelah
kelompok muslim generalis. Kebanyakan dari mereka adalah aktivis-aktivis islam
dari kampus sekuler yang dulunya lulusan SMA/SMK.
Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Litbang
Departemen Agama tahun 1996 pada empat perguruan tinggi sekuler yakni UI, UGM,
Unair, dan Unhas terjadi peningkatan aktivitas keagamaan di sejumlah
kampus-kampus tersebut, bahkan disebutkan bahwa kampus-kampus tersebut menjadi
tempat yang paling potensial berkembangnya aktivitas keislaman yang cenderung
ekslusif dan radikal. Dengan demikian, revivalisme islam tidak muncul di
kampus-kampus berbasis keagamaan, tetapi dari kampus-kampu sekuler atau umum[17].
Kenapa di dominasi oleh lulusan SMA/SMK? Karena saat di
sekolah mereka banyak belajar umum (non agama), mereka baru menemukan ghirah
atau semangat beragamanya saat di kampus, terlebih ketika mereka berjumpa
dengan aktivis-aktivis lembaga dakwah dan organisasi-organisasi tertentu[18].
Tidak ada salahnya saya memaparkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Munawar Rahmat[19]
untuk dapat diketahui oleh anda mengenai pemahaman-pemahaman kelompok ini,
seperti[20]:
a.
Memandang
pemerintahan de-facto sebagai sesat dan kafir, karena tidak bersumber Alquran
dan As-Sunnah serta tidak mengikuti praktik pemerintahan ala Rasulullah Saw. dan
Khulafaur Rasyidin
b.
Memandang
hukum pidana kita sebagai hukum thaghut (kafir) karena tidak bersumberkan
Alquran dan As-Sunnah serta tidak menerapkan hukum qishash bagi pembunuh,
potong tangan bagi pencuri, cambuk bagi pezina, dan rajam bagi pelaku pezina mukhson
c.
Menyayangkan
corak pemikiran cendikiawan muslim semacam Cak Nur (nurkholis Madjid) yag
terkesan sering membela faham islam minoritas
d.
Menghendaki
adanya penyeragaman peribadatan oleh pemerintah (via Departemen Agama), serta
menutup praktik-praktik ibadah yang tidak sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah
Selain pemahaman-pemahaman di atas, ada ciri khas lain yang
sepertinya mereka sepakati, yaitu kebeciannya kepada Amerika dan Israel. Ketika
saya masih mahasiswa baru (Maru) dan ikut dengan kegiatan-kegiatan tersebut,
awalanya mengira bahwa akan mendapat tambahan ilmu mengenai ajaran-ajaran
islam, tetapi ternyata salah. Saya lebih sering dituntut untuk membenci Amerika
dan Israel karena telah menzalimi Palestina. Selalu saja materi yang
disampaikan berkaiatan dengan Israel yang menzalimi Palestina, seperti tidak
ada materi yang lain. Hal yang demikian akhirnya menyebabkan terciptanya pola
pikir yang sama, yaitu rasa kecintaan yang sangat besar kepada Palestina dan
kebencian kepada Amerika dan Israel. Biasanya sang murobi menyampaikan
materinya melalui video-video kekejaman Israel kepada Palestina supaya kita
merasa sedih sekaligus benci.
Sebenarnya, pembahasan mengenai Palestina bagus. Sehingga
menimbulkan rasa cinta kepada Islam, karena kita telah ketahui bahwa Palestina
adalah negeri orang islam. Tetapi hemat saya, sembari memberikan bantuan kepada
Palestina, perlu juga melihat realitas Indonesia yang juga sedang terpuruk. Ada
keganjalan jika kita lebih mementingkan yang jauh dibandingkan yang dekat. Itu ibarat
kita memberi bantuan kepada orang jauh, sedangkan tetangga yang mati kelaparan
dibiarkan. Ingin saya tegaskan di sini, bukan berarti saya membenci aktivitas
mereka, karena semua tahu bahwa itu pun
baik, hanya saja perlu diimbangi dengan melihat kondisi yang lebih dekat dahulu
guna menyeimbanginya.
Ada ciri khas kedua yang mereka sepakati yaitu
kebenciannya kepada hal-hal yang berbau liberal. Otak mereka rasanya sudah di setting
untuk menolak liberalisme. Terlebih lagi jika liberalisme itu merasuk ke
dalam tubuh islam. Maka dari itu, mereka sangat menolak kehadiran sebuah
kelompok yang menyatakan dirinya sebagai ‘Jaringan Islam Liberal’. Nama Ulil
Absar Abdalla seperti sudah tidak asing bagi mereka. Ulil dianggap sebagai
‘setan’ yang merasuk ke dalam tubuh umat islam, maka dari itu harus ditolak,
bahkan kalau bisa dibasmi. Hal itu dapat kita lihat dari berbagai kegiatan
mentoring mereka yang sering membahas JIL.
JIL dianggap sebagai perusak syariat islam yang
telah diturunkan oleh Allah. Menurutnya, JIL itu hanyalah kaki tangan Amerika
yang ingin merusak islam dari dalam. Anda bisa melihat di berbagai situs
mengenai ejekan-ejekan mereka terhadap kelompok JIL ini. Bahkan ada dari
sebagian mereka yang menggabugkan diri ke dalam kelompok ‘Anti JIL’.
Pembahasan selanjutnya berkenaan dengan corak
pemikiran liberal yang ada di dunia kampus. Mereka sering kali oleh banyak
penulis[21] sebagai musuh bubuyutan
kelompok fundamentalis.
Muslim Liberal
Seperti istilah fundamentalis, istilah liberal tidak mudah
didefinisikan, apalagi ketika istilah liberal ini melekat pada kata islam, maka
serta merta memiliki daya sensitifitas yang kuat sekali. Masyarakat muslim
memandang istilah islam liberal serba negatif.[22]
Nama ‘islam liberal’ menggambarkan prinsip yang dianut,
yaitu islam yang menekankan “kebebasan pribadi” dan “pembebasan struktur sosial
politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas”[23]
Di Indonesia, setelah lebih dari 30 tahun gerakan pemikiran model
neo-modernisme mendapat tempat dalam konstelasi pemikiran Islam di Indonesia,
kemudian muncullah gerakan “Islam liberal”. Istilah ini muncul ketika Greg
Barton menyebutnya dalam bukunya: Gagasan Islam Liberal di Indonesia.
Kira-kira tahun 2001, publikasi mazhab pemikiran ”Islam liberal” ini memang
tampak digarap sistematis, yang kemudian dikelola menjadi ”Jaringan Islam
Liberal” (JIL).[24]
Muhammad Muslih[25]
menyebutkan, bahwa sebelum lahir JIL, wacana Islam liberal beredar di meja-meja
diskusi dan sederet kampus, akibat terbitnya buku Islamic Liberalism (Chicago,
1988) karya Leonard Binder, dan buku Liberal Islam (Oxford,
1998) hasil editan Charles Kurzman. Istilah Islam liberal pertama dipopulerkan
Asaf Ali Asghar Fyzee, intelektual muslim India, pada 1950-an. Kurzman sendiri
mengaku meminjam istilah itu dari Fyzee. Geloranya banyak diprakarsai anak-anak
muda usia, 20-35 tahun. Untuk kasus Jakarta, mereka umumnya para mahasiswa,
peneliti, atau jurnalis yang berkiprah di beberapa lembaga, semisal Paramadina,
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam
NU), IAIN Syarif Hidayatullah, atau Institut Studi Arus Informasi. Komunitas
itu makin mengkristal, sehingga pada Maret 2001 mereka mengorganisasikan diri
dalam JIL. Sejak 25 Juni 2001, JIL mengisi satu halaman Jawa Pos Minggu,
berikut 51 koran jaringannya, dengan artikel dan wawancara seputar perspektif
Islam liberal. Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan diskusi
interaktif dengan para kontributor Islam liberal, lewat kantor berita
radio 68 H dan 10 radio jaringannya. Situs: islamlib.com
diluncurkan, dua pekan kemudian. Beberapa nama pemikir muda, seperti Luthfi
Assyaukanie (Universitas Paramadina Mulya), Ulil Abshar-Abdalla (Lakpesdam NU),
dan Ahmad Sahal (jurnal Kalam), terlibat dalam pengelolaan JIL.
Luthfi Assyaukanie, editor situs islamlib.com, menyatakan
bahwa lahirnya JIL sebagai respons atas bangkitnya ”ekstremisme” dan
”fundamentalisme” agama di Indonesia. Itu ditandai oleh munculnya kelompok
militan Islam, perusakan gereja, lahirnya sejumlah media penyuara aspirasi
”Islam militan”, serta penggunaan istilah “jihad” sebagai dalil serangan.
Tetapi
kelahiran JIL sebagai respons terhadap kelompok fundamentalis, hanya satu
alasan dari berbagai alasan yang menurut Agus Mustofa[26]ada
target dan latar belakang lain dari gerakan liberalisasi di tubuh islam,
diantaranya:
a. Ingin
membebaskan diri dari ‘perbudakan’ agama. Mereka merasa bahwa beragama bukan
terbebaskan, tetapi malah membelenggu.
b. Adanya
fakta bahwa penguasa gereja menjadi demikian berkuasa sehingga bisa menghukum
dan membunuhi umatnya. Termasuk para ilmuan yang memiliki pendapat bersebrangan
dengan penguasa gereja di abad pertengahan itu
c. Mereka
juga ingin melepaskan diri dari kungkungan politik islam. Dalam sejarah islam
memang terbukti adanya sejumlah penyimpangan kukuasaan politik yang menyebabkan
para penguasa merasa berhak menghukum dengan sewenang-wenang lawan politiknya.
Maka gerakan liberal di dalam islam berusaha memisahkan praktek beragama dengan
praktik berpolitik. Dengan alasan, agar para politikus tidak menggunakan agama
sebagai legitimasi kekuasaan mereka, sehingga mereka seakan-akan menjadi wakil
Tuhan dengan kekuasaan mutlak.
d. Gerakan
liberalisasi islam itu kemudian mengarah kepada kebebasan berfikir. Bahwa islam
akan menjadi agama besar kalau penganutnya memiliki budaya kebebasan berfikir.
Bukan yang dogmatis dan membelenggu akal.
e. Kebebasan
berfikir itu pada gilirannya telah memunculkan mekanisme berpendapat dan
beragama yang lebih mengedepankan akal secara bebas disbanding dengan akal yang
bersandar pada teks-teks alquran. Karena mereka lantas menempatkan alquran
sebagai produk budaya yang kebenarannya relatif.
f. Ujung-ujung
dari liberalisasi islam adalah pada humanisme dan puralisme. Jadi yang menjadi
tumpuan hidupnya adalah nilai-nilai kebaikan kemanusiaan belaka.
Arus liberal ini pun akhirnya tersebar ke kalangan
mahasiswa, sebagaimana layaknya fundamentalis tadi. Menurut Azra[27]
mereka adalah para mahasiswa yang berlatar belakang keagamaan sangat kuat dan
mereka yang merasa perlu mengembangkan dirinya, yang dalam konteks keagamaan
adalah untuk lebih meningkatkan pemahaman mereka tentang islam, dan dalam
konteks akademis adalah untuk meningkatkan kemampuan berorganisasi dan
keterampilan ilmiah. Di masa lalu dan mungkin masih sampai saat ini, mereka
cenderung memilih dan bergabung dengan organisasi kemahasiswaan islam, terutama
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII),
dan ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM).
Karena memang sudah memiliki latar belakang keagamaan
(lulusan madrasah atau pesantren), lalu mata kuliah yang diajarkan (mengenai
agama) ternyata sudah dipelajarinya ketika di madrasah atau pesantren, oleh
karena itu mereka lebih suka membaca buku-buku filsafat, ilmu sosial politik
dan sebagainya. Ghirah untuk mempelajari agama menjadi menurun bahkan
ada kecenderungan untuk liberal[28].
Saya pernah melakukan penelitian terkait hal ini di kalangan
mahasiswa –walau cakupannya masih sempit- dan menghasilkan beberapa pandangan
mereka, seperti:
a.
Umat
manusia tidak akan bisa mendapatkan kebenaran di muka bumi ini.
b.
Tidak
ada kebenaran mutlak, karena semua subjektif menurut semampunya akal manusia
c.
Semua
ayat Alquran bisa diinterpretasikan kembali, termasuk ayat waris, potong
tangan, dll.
d.
Meyakini
bahwa semua agama benar
e.
Meyakini
bahwa kedudukan akal lebih tinggi dibandingkan hati (iman)
f.
Ilmu
agama dan ilmu umum harus dipisahkan (sekularisasi ilmu)
g.
Ada
yang menganggap bahwa syariat islam tidak perlu diterapkan
h.
Ada
yang menganggap tidak perlu berdoa
Dari pemaparan pemahaman-pemahaman mereka –seperti yang
tertera di atas- sebenarnya bisa kita petakan secara sederhana, bahwa mereka
memiliki pemahaman yang bercirikan:
a.
relativisme, yaitu virus liberal yang memandang
semua kebenaran adalah relatif, sehingga tidak ada kebenaran mutlak, termasuk
kebenaran agama. Virus ini menimbulkan penyakit pluralism yang memandang semua
agama benar sehingga tidak boleh suatu agama mengklaim agamanya saja yang
paling benar.
b.
skeptivisme yaitu virus liberal yang meragukan
kebenaran agama dan menolak univesalitas dan komprehensivitas yang mencakup
semua sektor kehidupan, sehingga agama hanya mengatur urusan ritual ibadah
saja, tidak lebih. Virus ini menimbulkan penyakit sekularisme yang memisahkan
urusan agama dan urusan Negara, baik yang menyangkut masalah politik, ekonomi,
sosial, industri maupun teknologi
c.
agnotisisme, yaitu virus liberal yang melepaskan
diri liberal yang melepaskan diri dari kebenaran agama dan bersikap tidak tahu
menahu tentang kebenaran agama, sehingga agama tidak lagi menjadi standar ukur
kebenaran[29].
Tidak jauh dengan pendapat di atas, Syaikh Yusuf Qardawi[30]
menilai mereka sebagai kelompok yang memiliki ciri:
a. Menganulir
teks atas nama maslahat dan maqasid syariah
b.
Dangkal
pemahamannya terhadap syariah
c.
Mengikuti/mengekor
ke Barat
d.
Meninggikan
akal daripada wahyu
e.
Mengklaim
bahwa Umar bin Khattab menganulir teks agama atas nama maslahat
Sebagaimana kalangan fundamentalis dianggap kebablasan dalam
bertindak, maka kalangan islam liberal dianggap kebablasan dalam menyampaikan
pandangan sehingga diyakini menabrak ketentuan-ketentuan ajaran islam yang
selama ini diyakini masyarakat muslim secara luas.
Para pemikir islam liberal dinggap terlalu berani dalam
menafsiri ajaran-ajaran islam sesuai dengan keinginan mereka semata. Mereka
dinilai terlalu dipengaruhi oleh pola pikir, pola sikap, dan tradisi-tradisi
Barat yang bebas dan tidak terkendali. Sehingga mereka sering menafsiri
ajaran-ajaran islam di luar teks-teks wahyu denga dalih memahami islam secara
kontekstual yang melibatkan keadaan,
situasi, dan kondisi sekitar turunnya ayat maupun muculnya hadits. Bahkan,
tidak jarang mereka menafsiri suatu hadits hanya sesuai dengan pemikirannya
tanpa mempertimbangkan asbab al-wurudnya[31].
Pemikir Liberal ini tentu saja banyak mendapatkan kritikan
dari berbagai pihak, terutama bagi mereka yang ingin tetap menjaga ajaran Islam
dari pengaruh paham-paham Barat yang cenderung liberal dalam memahami teks
agama. Pemikiran Islam Liberal telah dianggap menodai ajaran islam, karena
kitab suci dianggap sebagai produk budaya, sehingga sakralitasnya pun menjadi
nihil. Pemikiran Jacques Derida dengan teori dekontruksi, nihilisme,
strukturalisme ataupun Hermeneutika ala Gadamer dan lain-lain, disamping juga
pemikir Muslim Hassan Hanafi, Adonis, Mahmud Muhammad Thaha, Nash Hamid Abu
Zaid, Muhammad Syahrur dan lainnya, nampaknya amat mempengaruhi pemikiran kaum
muda yang mempunyai kegelisahan terhadap perkembangan dunia pemikiran Islam
pada saat ini. [32]
Orang-orang
sekuler liberal selalu mencoba untuk mencairkan batas dan menghilangkan perbedaan
antara dua hal (qat’iy dan dzan’i). mereka ingin menjadikan yang qat’i sebagai
hal yang dzan’i. sehingga ketika menerobos yang qat’i, mereka berusaha untuk
mengubah syariat. Namun para pemikir moderat berusaha untuk menghalangi usaha
mereka. [33]
Dua
jenis pemikiran ini (fundamentalis dan liberalis) –karena memang sering
dipertentangkan- sama-sama mengklaim bahwa pemikiran keagamaan mereka yang
benar, yang dikehendaki agama, dan yang harus dimiliki umat. Kaum fundamentalis
dan liberalis sama-sama memiliki visi dan misi kegamaan yang berbeda. Dengan
berangkat dari tradisi teks, kaum fundamentalis berkeinginan untuk
menyelamatkan umat manusia untuk kembali kepada ajaran murni sesuai dengan
teks. Sedangkan liberalis, karena terinspirasi oleh kemajuan modernitas lebih
menginginkan kebebasan, kemerdekaan, serta kemajuan umat. Mereka kemudian
mengajukan alternative bagi kemajuan umat dengan menekankan kontekstualitas
ajaran dengan zaman modern. Kedua aliran pemikiran ini terbukti tidak terlalu
dewasa untuk menghindari sikap-sikap ekstrim dan arogan. Posisi mereka selalu berhadapan,
hingga dalam banyak hal, mereka selalu tampil dalam suasana panas dan
emosional.[34]
Wahai saudara-saudaraku. Tidak usah bingung
dengan semua ini. Karena yang pasti, semua telah ditakdirkan oleh Allah.
Sekarang tugas kita hanyalah berusaha semaksimal mungkin untuk berlindung
kepada Allah dari perkara-perkara yang berlebihan, sembari menuntut ilmu dengan
hati yang bersih.
Setelah memberikan pemaparan berbagai corak
pemikiran yang ada di dunia yang juga tersebar ke Indonesia, agaknya kita bisa
memilih jalan tengahnya. Yaitu jalan yang tidak condong ke kanan atau condong ke kiri dan tetap berjalan lurus
dengan kebenaran. Untuk itu, saya berharap kepada para aktivis dakwah bisa
bersikap seperti ini. Kelompok terakhir inilah yang menurut hemat penulis untuk
patut ditiru.
Muslim Modernis/Moderat
Menurut Choueiri[35]reformisme
islam merupakan sebuah gerakan islam modern yang lahir pada abad ke-19 ketika
dunia islam berada dalam supremasi dan ekspansi penjajahan Eropa. Gerakan
reformasi ini tidak menolak mentah-mentah apa yang berasal dari Barat, karena
mereka tetap bersikap kritis mengadopsi hal-hal yang positif dari luar (Barat)
untuk dijadikan sarana bagi kemajuan dunia islam. Mereka juga mengarahkan
perhatiannya terhadap kelemahan umat islam yang mengalami ketertinggalan untuk
membangun kemajuan di berbagai bidang kehidupan.
Reformisme terkait
dengan gerakan yang ingin mentransformasikan islam dalam kehidupan modern,
karena itu disebut juga sebagai modernisme islam. Menurut John L Esposito[36]
kaum reformis islam modern melakukan respons atas pengaruh Barat terhadap masyarakat
muslim dengan melakukan upaya-upaya yang mendasar untuk menafsirkan kembali
islam yang sesuai dengan dan dapat menghadapi perkembangan zaman yang selalu
berubah. Reformasi hukum, pendidikan, sosial, dan lain-lain dilakukan untuk
menyelamatkan masyarakat muslim dari kemerosotan dan menyesuaikan dengan
perkembangan dan kemajuan hidup modern.
Dalam pemikirannya,
kaum reformis menekankan pentingnya sains dan teknologi dalam pembaruan
pendidikan, struktur kontitusi dan demokrasi parlementer dalam politik, serta
peran perempuan yang perlu ditinjau ulang dalam ranah kehidupan bermasyarakat.
Dalam catatan Esposito[37]para
reformis islam menekankan semangat, kelenturan, dan keterbukaan yang telah
menjadi ciri khas perkembangan awal islam, terkhusus pada capaian-capaiannya di
bidang hukum, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Mereka juga mendesakkan
reformasi internal lewat suatu proses ijtihad dan adaptasi selektif
(islamisasi) ide-ide dan teknologi Barat.
Persentuhan reformisme
dan modernisme islam memunculkan pemikiran reformis-moderat. Pemikiran
reformis-moderat muncul sebagai antithesis atau akomodasi dari dua kutub
pemikiran islam yang saling bersebrangan, yaitu pemikiran tradisional dan
sekuler. Pemikiran ini berpadangan bahwa islam adalah agama universal,
komprehensif, dan integral sehingga akan terus sesuai serta aktual untuk
diterapkan dalam ruang dan masa yang berbeda.[38]
Menurut Shihab[39]konsekuensi
dari sikap moderat itu adalah mereka harus tidak seperti umat yang dapat dibawa
hanyut oleh materialisme, tidak pula mengantarnya membumbung tinggi ke alam
ruhani, sehingga tidak lagi berpijak ke bumi. Posisi tengah menjadikan mereka
mampu memadukan ruhani dan jasmani, material dan spiritual dalam segala sikap
dan aktivitas mereka. Ia melanjutkan bahwa sikap moderat mengundang umat islam
saling berinteraksi, berdialog, dan terbuka dengan semua pihak –agama, budaya,
dan peradaban- karena bagaimana mereka dapat berlaku adil jika mereka tertutup
atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan global.
Dalam islam tidak akan
terjadi ketidak relevanan terhadap perkembangan dan perubahan zaman karena
terdapat prinsip-prinsip ilmiah (rasional), realistis, moderat, dan berwawasan
ke masa depan sebagai seperangkat metode yang dipergunakan dalam memberikan
solusi probelematika umat islam. Tetapi, pemikir reformis-moderat tetap
berpegang pada metode salaf. Dengan dua orientasi keagamaan tersebut, pemikiran
reformis-moderat di satu pihak tetap berpegang pada prinsip dasar islam, tetapi
pada saat yang sama menjadikan islam dapat berjalan dan membumi dalam konteks
kemoderanan[40].
Adapun tokoh-tokoh
pemikir moderat seperti Syaikh Rif’ah Rafi Al-Tahthawi, Mahmud Syaltut, Sayyed
Thantawi, Syaikh Yusuf Qardawi dan di Indonesia ada Muhammad Quraish Shihab,
Amin Rais, Din Syamsudin, Haedar Nashir,para menteri agama kita –dari masa ke
masa- dan sebagainya.
Dari penelitian saya
–walau dalam cakupan yang sempit- kurang lebihnya pemahaman mahasiswa yang
moderat memiliki kesamaan dengan teori-teori di atas. Adapun beberapa pemahaman
mereka:
a.
Mengakui bahwa islam mengatur dan
menyebar ke seluruh aspek dalam hidup, hanya saja kebanyakannya berupa
prinsip-prinsip umum.
b.
Mayoritas dari mereka tidak meyakini
(menolak) pluralisme agama (semua agama benar)
c.
Meyakini bahwa hanya islam saja yang
masuk surga, hanya saja bisa jadi karena kasih sayang-Nya, Allah memasukkan
orang-orang non muslim ke surga
d.
Menurut mereka kelompok Syiah ada yang sesat
dan ada yang tidak sesat.
e.
Menyetujui adanya islamisasi ilmu
f.
Mayoritas tidak meyetujui sekularisme
(pemisahan agama dengan dunia)
g.
Fatwa ulama fikih terdahulu tidaklah
mutlak
h.
Lahirnya berbagai macam organisasi
keislaman merupakan kekayaan budaya islam, sehingga diperlukan toleransi
i.
Tidak setuju dengan tindakan anarkis
yang mengatasnamakan agama
j.
Tidak melarang musik dan gambar (selama
tidak bertentangan dengan prinsip islam)
k.
Mayoritas beranggapan bolehnya mengucapkan
selamat natal (jika telah memiliki ilmu yang memadai)
Sayangnya kelompok moderat ini masih sedikit di
kalangan kampus umum. Biasanya mereka adalah lulusan pondok pesantren yang
kuliah di kampus umum atau mereka yang kuliah di jurusan keislaman (PAI atau
Bahasa Arab) pada universitas umum. Sedangkan kelompok moderat lainnya banyak
ditemui di kampus-kampus berbasis keislaman (UIN, IAIN, PTAIN, STAIN, dll).
Pendapat-pendapat mereka masih tabu dikalangan mahasiswa kampus umum dan bahkan
seringkali dicurigai sebagai antek-antek liberal. Padahal tidak, ada perbedaan
antara kelompok moderat dengan liberal seperti yang telah dipaparkan di atas.
Mereka masih percaya kepada hikmah diturunkannya syariat kepada manusia untuk
kemaslahatan, dan kemudahan bagi manusia itu sendiri. Menurut mereka, Tuhan
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, tidak mungkin Tuhan berbuat aniaya, hingga
mereka menyimpulkan bahwa setiap hukum yang disyariatkan pasti selalu ada
maksud yang harus dilaksanakan serta mengandung kemaslahatan bagi manusia.
Mereka percaya bahwa jika seseorang ingin
memahami syariat islam dengan benar dan ingin mengetahui hakikatnya, dia tidak
boleh melihat teks-teks dan hukum-hukumnya secara terpisah dan berserakan. Dia
harus mengaitkannya antara yang satu dengan yang lain secara komprehensif.
Mereka juga percaya bahwa urusan agama dan dunia
sama-sama perlu dan tidak bisa saling dipisahkan, maka dari itu teks-teks
Alquran harus selalu bisa disambungkan dengan realita kehidupan. Dengan itu
teks Alquran bisa menjadi solusi.
Terakhir, mereka memahami kekurangan yang ada di
dalam diri pribadi, maka dari itu mereka tidak menutup diri atau menolak
terhadap pendapat orang lain, betapapun mengenai masalah yang prinsip, seperti
keyakinan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, Allah Maha Esa, Muhammad
sebagai Nabi terakhir, Alquran sebagai kitab rujukan dan masih berlaku hingga
hari kiamat, percaya adanya hari kiamat dan pembalasan, tetap teguh
dipegangnya.
Kesimpulan
Setelah dipaparkan beraneka ragam corak
pemikiran mahasiswa yang ada di Indonesia. Agaknya kita perlu memahami, bahwa
keadaan yang demikian plural (beragam) adalah suatu keniscayaan. Tidak bisa di
dunia ini semua orang memiliki pikiran atau paham yang sama. Pemikiran manusia
sangat dipengaruhi oleh sekian banyak faktor. Betapapun, saya berharap para
akvitis islam memiliki kecederungan untuk bersikap bijaksana dan kebijaksaan
seseorang melambangkan luasnya ilmu yang dimiliki.
Merujuk kepada pemaparan Dr. Munawar Rahmat[41], Direktur Pendidikan
Tinggi Islam Departemen Agama RI, Arief Furqan mengatakan bahwa tujuan PAI di
PTU adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia serta toleran
dalam wadah Negara kesatuan RI. Corak berfikir keagamaan yang dikehendaki
adalah corak berfikir keagamaan yang inklusif (moderat), bukan pula ekslusif
(fundamentalis), bukan yang liberal, dan bukan pula yang tidak jelas corak
berfikir keagamaannya.
Walaupun di sini titik tekannya kepada mahasiswa
kampus umum, bukan berarti ini hanya diajukan kepada mereka saja, melainkan
kepada seluruh mahasiswa muslim yang ada di Indonesia. Dan ini merupakan tugas
berat seorang aktivis muslim untuk bisa memberikan pemahaman-pemahaman
keislaman yang moderat, tidak berat ke kiri atau ke kanan. Tidak fundamentalis
juga tidak liberalis. Selama kita bisa menjauhi sikap tatharruf (terlalu
longgar) atau tasyaddud (terlalu ketat), niscaya umat islam akan tetap
disegani.Allahu alam []
[1] Haedar Nashir.
(2013). Islam Syariat. Bandung: Mizan, hlm. 51
[2] Ibid, hlm. 52
[3] Munawar
Rahmat. (2012). Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa. Bandung [Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Vol.10 No.1 ], hlm. 13
[4] Op Cit, hlm.
213
[5] Ibid, hlm. 214
[6] Mukhlish, N.
(2012). Peta Gerakan Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. [Online].
Tersedia: http://ppmidkta.wordpress.com/2012/10/08. [diakses pada
10 Oktober 2014]
[7] Op Cit, hlm.
207
[8] Kamus Besar
Bahasa Indonesia
[9] Qomar, M.
(2012). Fajar Baru Islam Indonesia: Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
dan Dinamika Islam Nusantara. Bandung: Mizan, hlm. 119
[10] Mukhlish, N.
(2012). Peta Gerakan Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. [Online].
Tersedia: http://ppmidkta.wordpress.com/2012/10/08 [diakses pada
10 Oktober 2014]
[11] Haedar Nashir.
(2013). Islam Syariat. Bandung: Mizan, hlm. 209
[12] Ibid, hlm. 210
[13] Qomar, M.
(2012). Fajar Baru Islam Indonesia: Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
dan Dinamika Islam Nusantara. Bandung: Mizan, hlm. 120
[14] Ibid.
[15] Arifan, F. A.
(2014). Keragaman Pemikiran Muslim di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.academia.edu/8443671. [diakses pada
10 Oktober 2014]
[16] Op Cit, hlm.
121
[17] Saifudin.
(2011). Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa. Lampung. [Jurnal
analisis Vol.11 No.1], hlm. 28
[18] Ibid.
[19] Munawar
Rahmat. (2012). Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa. Bandung [Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim], hlm. 25
[20] Keadaan
seperti ini tidak mutlak, dan mungkin akan terus berubah.
[21] Anda bisa
membaca buku-buku yang pada bab ini saya jadikan bahan referensi. Jika lebih
ingin mengetahui, baca juga jurnal-jurnal di seluruh Universitas yang membahas
keberagaman pemikiran keislaman di Indonesia
[22] Qomar, M.
(2012). Fajar Baru Islam Indonesia: Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
dan Dinamika Islam Nusantara. Bandung: Mizan, hlm. 132
[23] Ibid, hlm. 136
[24] Mukhlish, N.
(2012). Peta Gerakan Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. [Online].
Tersedia: http://ppmidkta.wordpress.com/2012/10/08 [diakses pada
10 Oktober 2014]
[25] Ibid.
[26] Agus Mustofa.
(2008). Beragama dengan Akal Sehat. Surabaya: Padma Press
[27]Munawar Rahmat.
(2012). Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa. Bandung. [Jurnal Pendidikan Agama
Islam-Ta’lim Vol.1 No.10], hlm 13
[28] Saifuddin.
(2011). Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa. Lampung. [Jurnal
Analisis Vol.11 No.1], hlm. 29
[29] Destian.
(2011). Mengenali Ciri-Ciri Kafir Liberal. [Online]. Tersedia: m.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/02/15.
[diakses pada 10 Oktober 2014]
[30]Yusuf Qardawi.
(2007). Fiqih Maqasid Syariah: Moderasi Islam Antara Tekstual dan Aliran
Liberal. Jakarta: Pustaka Al-Kausar
[31]Qomar, M.
(2012). Fajar Baru Islam Indonesia: Kajian Komprehensif Atas Arah Sejarah
dan Dinamika Islam Nusantara. Bandung: Mizan
[32] Ibid.
[33] Yusuf Qardawi.
(2007). Fiqih Maqasid Syariah: Moderasi Islam Antara Tekstual dan Aliran
Liberal. Jakarta: Pustaka Al-Kausar
[34] Badarus Syamsi.
(2011). Konflik dan Kontestasi Fundamentalisme dan Liberalisme para Pembela
Tuhan. Jakarta. [Jurnal Refleksi Vol.13 No.1], hlm. 118
[35] Haedar Nashir.
(2013). Islam Syariat. Bandung: Mizan, hlm. 204
[36] Ibid.
[37] Ibid, hlm. 205
[38] Ibid, hlm. 206
[39] Quraish
Shihab. (2011). Membumikan Al-Qur’an Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati,
hlm. 94
[40] Op Cit, hlm.
206
[41] Munawar
Rahmat. (2012). Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa. Bandung. [Jurnal
Pedidikan Agama Islam-Ta’lim Vol.10 No.1], hlm. 28
manteeep referensinya banyak gtu, ini mah makalah ya kang? hehe
BalasHapussiip! teruskanlah :D
iya, ini makalah yang udh diubah menjadi bahasa buku.
BalasHapussok elin juga bikin
UNDANGAN GUBENUR MILITER KHILAFAH ISLAM
BalasHapusPASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM WILAYAH ASIA TENGGARA
NEGARA KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Untuk Wali Wali Allah dimana saja kalian berada
Sekarang keluarlah, Hunuslah Pedang dan Asahlah Tajam-Tajam
Api Jihad Fisabilillah Akhir Zaman telah kami kobarkan
Panji-Panji Perang Nabimu sudah kami kibarkan
Arasy KeagunganMu sudah bergetar Hebat Ya Allah,
Wahai Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang
hamba memohon kepadaMu keluarkan para Muqarrabin bersama kami
Allahumma a’izzal islam wal muslim wa adzillas syirka wal musyrikin wa dammir a’da aka a’da addin wa iradaka suui ‘alaihim yaa Robbal ‘alamin.
Wahai ALLAH muliakanlah islam dan Kaum Muslimin, hinakan dan rendahkanlah kesyirikan dan pelaku kemusyrikan dan hancurkanlah musuh-mu dan musuh agama-mu dengan keburukan wahai RABB
semesta alam.
Allahumma ‘adzdzibil kafarotalladzina yashudduna ‘ansabilika, wa yukadzdzibuna min rusulika wa yuqotiluna min awliyaika.
Wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. orang-oramg kafir yang telah menghalang-halangi kami dari jalan-Mu, yang telah mendustakan-Mu dan telah membunuh Para Wali-Mu, Para Kekasih-Mu
Allahumma farriq jam’ahum wa syattit syamlahum wa zilzal aqdamahum wa bilkhusus min yahuud wa syarikatihim innaka ‘ala kulli syaiin qodir.
Wahai ALLAH pecah belahlah, hancur leburkanlah kelompok mereka, porak porandakanlah mereka dan goncangkanlah kedudukan mereka, goncangkanlah hati hati mereka terlebih khusus dari orang-orang yahudi dan sekutu-sekutu mereka. sesungguhnya ENGKAU Maha Berkuasa.
Allahumma shuril islam wal ikhwana wal mujahidina fii kulli makan yaa rabbal ‘alamin.
Wahai ALLAH tolonglah Islam dan saudara kami dan Para Mujahid dimana saja mereka berada wahai RABB Semesta Alam.
Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin
Wahai Wali-wali Allah Kemarilah, Datanglah dan Berkujunglah dan bergabunglah bersama kami kami Ahlul Baitmu
Al Qur`an adalah manhaj (petunjuk jalan) bagi para Da`i yang menempuh jalan dien ini sampai hari kiamat, Kami akan bawa anda untuk mengikuti jejak langkah penghulu para rasul Muhammad SAW dan pemimpin semua umat manusia.
Hai kaumku ikutilah aku, aku akan menunjukan kepadamu jalan yang benar (QS. Al-Mu'min :38)
Wahai para Ikwan Akhir Zaman, Khilafah Islam sedang membutuhkan
para Mujahid Tangguh untuk persiapan tempur menjelang Tegaknya Khilafah yang dijanjikan.
Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)
Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.
301. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam
302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
- ahli segala macam pertempuran
- ahli Membunuh secara cepat
- ahli Bela diri jarak dekat
- Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan
303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
- Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
- Ahli Pembuat BOM / Racun
- Ahli Sandera
- Ahli Sabotase
304. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam
305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
- ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
- Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
- Ahli enkripsi cryptographi
- Ahli Satelit / Nuklir
- Ahli Pembuat infra merah / Radar
- Ahli Membuat Virus Death
- Ahli infiltrasi Sistem Pakar
email : angsahitam@inbox.com
masukan dalam email kode yang dikehendaki
misalnya 301 : (untuk batalion pembunuhh Thogut / tokoh-politik)
Disebarluaskan
MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Fata At Tamimi
angsaputih@inbox.com
WILAYAH KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
BalasHapusBismillahir Rahmanir Rahiim
MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
MENERBITKAN SURAT SECARA RESMI
NOMOR : 1436H-RAJAB-02
PETA ASAL WILAYAH
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Maha Suci Allah yang di tangan-Nya Kekuasaaan Pemerintahan atas segala
sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala Kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu,
Wahai Rabb Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi maupun Kerajaan yang Ada
diantara Keduanya, Sesunggunya Engkau Maha Kuasa atas Segala Sesuatu yang Engkau Kehendaki.
Wahai Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Hamba memohon Ampun dan Kasih Sayang-Mu,
Kami Hamba-Mu yang Dhoif Mohon Izin untuk melakukan Ijtihad Syiasah
Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa shol
laita alaa aali Ibroohiim ,
wa baarik alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa baarokta alaa aali
Ibroohiim fil aalamiina innaka hamiidum majiid.
Pada Hari Ini Hari Isnain 1 Rajab 1436H
1. Kami sampaikan Kabar Gembira bahwa Asal Mula wilayah
Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu adalah dari Sabang hingga
Maurake
2. Wilayah Negeri dari Sabang hingga Mauroke yang dihuni oleh Umat
Islam yang Sholeh-sholeh kami beri Namanya sesuai dengan Hadist
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam Menjadi Wilayah Negeri Syam.
3. Peta Wilayah Indonesia Kami Hapus diganti dengan Nama Wilayah Syam (Negeri
Ummat Islam Akhir Zaman)
4. RI bubar dan Hilang, Berganti Nama Organisasi Penyamun Indonesia (OPI)
Kepada para Alim Ulama cerdik cendikia Islam, Mari bersama-sama kita
tegakkan Islam dan menjadikan AlQuran dan As Sunnah Rasulullah SAW
menjadi satu-satunya sumber hukum yang berkuasa di Wilayah Syam.
Umat Islam tidak layak untuk hidup tentram di-RI,
RI adalah bagian dari Negara Zionis Internasional, Negara Dajjal.
Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah (Melayu) menghimbau melalui
Aqidah Islam bahwa Semua Negara binaan Dajjal adalah Jibti dan Thagut
yang harus dihancurkan, bukan menjadikannya tempat bernaung dan merasa
hidup tentram di dalamnya sampai akhir hayat.
Akhir Zaman adalah Masa-nya seluruh umat islam harus berperang melawan
Zionis Internasional yang di Komandoi Israel. Waktu akan kian mendekat
Maka Umat Islam secara terpaksa atau secara ikhlas menjadi dua
gelombang besar wala kepada Zionis atau wala kepada Islam.
Bila Umat Islam yang berada di Wilayah Negeri Syam ridha pasrah dan
tunduk dibawah Tekanan OPI (organisasi Penyamun Indonesia), maka
bersiaplah menjadi negeri yang mengerikan.
Dan betapa banyak penduduk negeri yang mendurhakai perintah Tuhan
mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan
hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.
(Qs. At-Thalaq :8)
Dan demikianlah Kami jadikan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat
yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan
mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka
tidak menyadarinya. (Qs. Al-an am : 123)
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-
negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat
pedih lagi keras. (Qs. Huud:102)
Dan berapa banyak penduduk negeri yang zalim yang teIah Kami
binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain sebagai
penggantinya. (Qs. Al-Anbiyaa:11)
Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang Kafir (OPI) yang ada
disekitar kamu, hendaklah mereka merasakan keganasan darimu,
ketahuilah Allah bersama orang-orang yang bertaqwa (Qs. At-Taubah:123)
..dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. (Qs. At-Taubah:36)
PANGLIMA PERANG PASUKAN KOMANDO PANJI HITAM
Kolonel Militer Syuaib Bin Sholeh
angsahitam@inbox.com