Sebagai umat yang mengaku mengikuti way of life Rasulullah, sangat tidak elegan jika kita tak mau mengenal lebih dalam, dalam arti menelusuri kepribadian dan segala tuntunannya, bahkan kalau dapat, hingga mengetahui bentuk fisiknya. Dengan begitu bentuk cinta bukan lagi sekadar pengakuan hati dan lisan, melainkan sudah terlakoni dalam wujud pengimplementasian.
Telah banyak ulama dan atau cendekiawan yang mencoba untuk menarasikan diri Rasulullah dalam bentuk maha karya biografi dan saya menyarankan kepada pembaca budiman supaya mengonsumsinya. Konon kitab sirah paling komprehensif tertua ditulis oleh Ibnu Ishaq, sejarawan muslim kelahiran abad 8 M. Buku-buku sirah yang menceritakan ketokohan Rasulullah sangat mudah di dapat sebab telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, malah sebagian dari mereka adalah ulama asli Indonesia. Hanya saja, karena tulisan singkat ini tak mungkin meresume semua itu, tak salah jika saya hendak memberi pengantar super ringkasnya saja, terbatas pada apa yang dikatakan Alquran mengenai Rasulullah, bagaimana perangai dan bodinya.
Muhammad, seorang anak yatim (QS.93:6) yang mendapat perlindungan dari beberapa anggota keluarganya, tumbuh menjadi seorang anak muda yang suka berkontemplasi, merenungkan segala hal yang terjadi di sekitar Mekkah hingga akhirnya memeroleh wahyu pertama (QS.96:1-5) di tempat petapaannya, Gua Hira. Di sana ia mendapat surat cinta dari sang Ilahi, yakni sebuah kabar gembira dan peringatan yang begitu agung (QS.73:5) tentang bagaimana seorang manusia harus menjalani hidupnya dengan baik dan benar (QS.7:158).
Mengawali karir sebagai “reporter” suci secara sembunyi-sembunyi, dan diperuntukkan terkhusus bagi kerabat terdekat saja (QS.6:92; 26:214) Muhammad tergolong berhasil melaksanakan tugas berat tersebut, setidaknya ia dapat memboyong Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, dan Utsman bin Affan, tiga tokoh muslim yang amat berperan dalam kehidupan Rasulullah serta seluruh umat muslim pasca meninggalnya Muhammad.
Beberapa tahun kemudian Tuhan menganjurkannya untuk tak perlu lagi takut menyebarkan berita akbar nan sakral tersebut secara masif dan terbuka (QS.15:94) sebab kebenaran harus ditegakkan. Tapi mau dikata apa, penduduk Mekkah telah kadung menolaknya dengan memberi aneka macam tuduhan, seperti menyatakan bahwa berita (Alquran) yang dibawanya bukanlah berasal dari Tuhan semesta alam (QS.16:103) melainkan ditelurkan dari hasil belajarnya dengan tokoh spiritual agama-agama sekitar semenanjung Arab seperti Yahudi dan Nasrani. Bagaimana mungkin itu terjadi padahal Rasulullah bukanlah sesosok manusia yang dapat membaca dan menulis (QS.7:157-158; 29:48; 62:2). Bagaimana mungkin proses transformasi itu dapat berlangsung, terlebih wahyu Alquran amat begitu kontekstual, berdialektika dengan kondisi Mekkah. Berita-berita gaib atau cerita-ceita masa lalu adalah murni didapatkannya dari Allah (QS.3:44) (QS. 11:100) (QS. 12:3 dan 102) (QS. 28:44-45) (QS. 53:7) dan jika Allah tidak berkeinginan memberitahunya, nyata Rasulullah pun tak akan mengetahui (QS. 38:69). Adapun jika kedapatan kesamaan-kesamaan antara berita yang disampaikanya dengan kisah yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu, hal itu amatlah wajar sebab sumbernya adalah sama dan satu, berasal dari Allah. Betapapun biasanya ada segmen-segmen kisah kitab terdahulu yang berusaha hendak diluruskan oleh Alquran.
Tertolak di tempat kelahirannya sendiri, Rasulullah malah dinanti-nanti oleh penduduk Yatsrib yang belakangan diubah namanya menjadi Madinah, yang berarti kota (peradaban). Perlahan tapi pasti, penduduk Madinah mendatangi Rasulllah, menyatakan ketersediaannya memeluk Islam. Pasalnya, Muhammad amat kasih sifatnya, santun terhadap siapapun yang memerlukan bantuannya (QS.68:4; 33:21). Aisyah, istri Rasulullah yang juga merupakan anak dari Abu Bakar, mengatakan bahwa Muhammad bukanlah seorang yang keji juga tak membiarkan terjadinya kekejian. Alih-alih membalas kejahatan para pembencinya, Rasulullah berpagi-pagi gemar memaafkan dan berjabat tangan (menyebar perdamaian). Imam Tirmidzi dalam buku Asy-Syamail al-Muhammadiyah, meriwayatkan warta dari Anas bin Malik, pelayan Rasulullah, ia berkata:
“aku tak pernah melihat Rasulullah saw. membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang kepadanya selama orang itu tidak menghina kehormatan Allah. Tetapi, bila sedikit saja kehormatan Allah dihina orang, maka beliau merupakan orang yang paling marah karenanya…”
Tak hanya akhlaknya yang sempurna, para sahabat mengutarakan bahwa Rasulullah juga memiliki bentuk tubuh yang proporsional. Adalah Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah, yang dapat mendeskripsikannya dengan begitu indah:
“Rasulullah tidak berperawakan terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Beliau berperawakan sedang diantara kaumnya. Rambutnya tidak keriting bergulung dan tidak pula lurus kaku, melainkan ikal bergelombang. Badannya tidak gemuk, dagunya tidak lancip dan wajahnya agak bundar. Kulitnya putih kemerah-merahan. Matanya hitam pekat dan bulu matanya lentik. Bahunya bidang. Beliau memiliki bulu lebat yang memanjang dari dada sampai ke pusat. Telapak tangan dan kakinya terasa tebal. Bila beliau berjalan, berjalan dengan tegap seakan-akan beliau turun ke tempat yang rendah. Bila beliau berpaling, maka seluruh badannya ikut berpaling. Di antara kedua bahunya terdapat khatamun nubuwwah, yaitu tanda kenabian. Beliau memiliki hati yang termurah di antara manusia. Ucapannya merupakan perkataan yang paling benar di antara semua orang. Perangainya amat lembut dan beliau paling ramah dalam pergaulan. Barangsiapa yang melihatnya, pastilah akan menaruh hormat kepadanya. Dan barangsiapa yang pernah berkumpul dengannya, kemudian kenal kepadanya, tentulah ia akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pastilah akan berkata: ‘belum pernah aku melihat sebelum dan sesudah orang yang seistimewa beliau saw’.” (HR. Tirmidzi)
Nabi yang wafat diumur enam puluhan ini gemar sekali mengenakan pakaian gamis bewarna putih dan terkadang merah, atau baju hibarah, suatu kain keluaran Yaman yang terbuat dari katun (HR. Abu Daud). Cincinnya terbuat dari perak di mana terukir kata “Muhammad” satu baris, “Rasul” satu baris, dan “Allah” satu baris (HR. Abu Daud). Senang memulai sesuatu dari anggota badan sebelah kanan (bersuci, bersisir, memakai sandal) (HR. Muslim), begitu pun posisi tidurnya (HR. Tirmidzi).
Semoga kecintaan kita kepada baginda Rasulullah semakin dapat memesonakan kehidupan umat manusia (QS.21:107). Shollu ala an-nabi.[]
Bekasi, 8 Juni 2017
sumber gambar: akun facebook GraphicsPedia
Komentar
Posting Komentar