Langsung ke konten utama

Kesalahpahaman di antara Muslim-Kristen

Kesalahpahaman di antara Muslim-Kristen

Gambar dikutip dari http://2.bp.blogspot.com/-g1OF-sIr0YU/VYjFnGPoPLI/AAAAAAAAdA0/6CcioFgtd90/s1600/nikah%2Bbeda%2Bagama.jpg


Nyatanya mayoritas masyarakat dunia saat ini mengaku berafiliasi dengan agama Islam dan Nasrani, terlepas apakah mereka benar-benar mengikuti ajaran Isa dan Muhammad. Dan Indonesia, menurut Saya dapat dikatakan sebagai miniatur dunia karena penduduknya yang mayoritas beragama Islam dan Nasrani (Katolik dan Kristen) dimana mereka dapat berkembang pesat tanpa pertetangan yang signifikan. Satu hal yang secara sunnahtullah tidak dapat dihindari, yaitu interaksi di antara keduanya, baik interaksi positif maupun negatif.
Sayangnya, dekade belakangan interaksinya cenderung menuju ke arah negatif, bahkan tidak sehat. Walaupun di sana sini terdapat usaha untuk mengeratkan hubungan di antara keduanya, faktanya masyarakat lebih suka berprasangka buruk terhadap orang yang berbeda keyakinan. Bukan hanya dari kalangan grassroots, terkadang pemimpin agamanya pun malah menjadi pemicunya. Mengejek, memfitnah, menebar kebencian, bahkan hingga melakukan terror lebih sering terasa, sebagaimana yang diekspos oleh media-media Indonesia. Iya, Saya tahu, kalau mereka suka mereduksi sesuatu supaya perutnya tetap buncit. Saya juga tahu kalau permasalahan ini kadang juga tidak murni melulu soal agama Islam vis a vis Kristen, melainkan banyak kepentingan-kepentingan yang membaur di dalamnya, tapi toh kita tidak bisa menutup realitas ini, dimana hubungan Muslim-Kristen sebagaimana yang direkam oleh para reporter, berjalan di arah yang tidak sepatutnya. Kadang hal ini juga diperparah oleh sikap ketidakdewasaan umat-umat beragama dalam menyikapi sebuah permasalahan.Terlalu reaktif bukanlah sesuatu yang bijaksana dan menandakan kalau mereka belum cukup menjadi orang yang damai hatinya. Marah boleh (wajar) apalagi kalau merasa agamanya dihina, tapi ya mbok jangan sampai belebihan, nanti malah mendapat counter attack.
Salah satu penyebab interaksi negatif di antara Muslim-Kristen itu karena mereka selalu berusaha memahami agama lain melalui kacamata agama mereka, atau yang lebih parah, mengenal agama lain melalui reka-reka, tanpa bertanya langsung ke sumbernya. Wajar saja kalau muncul kesalahpahaman. Contoh kecil, mengenai konsep teologi Kristen yang masih sampai saat ini disalahpahami oleh sebagian umat Muslim. Mereka menyangka kalau umat Kristen menyembah tiga Tuhan. Mereka yakin sekali dengan pendapat ini, apalagi setelah diperkuat dengan persetujuan ayat Quran yang memang menyatakan demikian dalam beberapa ayatnya. Tapi mungkin mereka akan terkejut jika mendengar penjelasan dari umat Kristen dimana mereka, sama dengan umat Muslim, menyembah hanya satu Tuhan saja, bukan tiga. Tentu ada perbedaan mengenai konsep esanya Tuhan versi umat Islam dengan umat Kristen.
Contoh lain mengenai kristenisasi. Sepertinya umat Muslim anti sekali dengan hal ini, padahal mereka juga melakukan -atau bahkan dianjurkan- islamisasi (dakwah). Seharusnya kita memahami bahwa kedua agama ini adalah agama misi. Ya sudah, biarkan kedua agama ini menyebarkan kebenaran yang mereka yakini. Yang dilarang adalah caranya, bukan kegiatannya. Misalnya, kalau mereka memaksa, mengintimidasi, itu yang perlu dikritisi, tapi kalau mereka melakukannya dengan menebar kasih sayang, memberi bantuan, apa salahnya? sejak kapan melakukan kebaikan itu dilarang? Agaknya saudara seiman Saya harus lebih membaca kenyataan kalau di negara-negara Barat, saudara muslim kita sangat giat menyebarkan agama Islam di sana. Sangat tidak adil saat umat Muslim boleh menyebarkan ajaran agamanya sedangkan penganut lain dilarang atau dimaki-maki. Kalau mau wa-was ya boleh saja, tapi bukan dengan mengutuk atau melarang kegiatan kristenisasi. Misalnya dengan melakukan upaya pencerdasan atau peningkatan keimanan jamaahnya.
Satu hal lagi yang perlu dipahami oleh umat Muslim, bahwa tidak semua kegiatan kristenisasi secara tegas atau eksplisit bertujuan untuk mengubah keyakinan (agama) seseorang. Ada dua alasannya, pertama mereka menganggap bahwa kegiatan kristenisasi ini murni untuk menolong sesama –yang membutuhkan, sebagaimana yang dicontohkan oleh tokoh suci mereka, Bunda Teresa. Saya pernah mengikuti kegiatan kristenisasi di Bandung. Biasanya mereka tidak menggunakan kata kristenisasi melaikan social service atau mission trip. Di sana, bukannya memaksa penduduk setempat untuk mengubah agamanya –menjadi Kristen- mereka murni hanya memberikan bantuan berupa kegiatan pelayanan sosial, layaknya mahasiswa yang mendapatkan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mulai dari memberi pengobatan gratis, pemberian kacamata baca, pendidikan kesehatan bagi anak-anak, hingga mengecat beberapa bagian dari masjid dilakoninya. Sepanjang kegiatan tersebut, sama sekali tidak terdengar kata-kata sensitif seperti, “masuklah ke agama kasih (Kristen)”. Kedua, tidak sedikit dari mereka yang meyakini bahwa surga tidak hanya ditujukan bagi para penganut Kristen, melainkan kepada siapa saja yang melakukan kebaikan kepada sesama –tentu atas perintah Tuhan. Implikasinya, mereka tidak perlu bersusah payah untuk memaksa orang pindah ke dalam agamanya toh apapun agamanya akan mendapatkan kesempatan masuk surga.
Di sisi lain, sangat disayangkan pula masih banyak dari kalangan Kristen yang salah paham mengenai Islam dan umat Muslim, seperti menganggap Islam adalah agama kekerasan, agama yang penuh nafsu –karena menginzinkan pria menikahi empat orang wanita, atau Islam sangat mengekang perempuan. Ini karena mereka belum paham atau mencoba untuk masuk ke dalam tradisi keislaman yang sedikit banyak tentu berbeda dengan karakteristik tradisi umat Kristen.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tidak mudah memang untuk memahami agama lain, terlebih sudah banyak cap-cap negatif yang telah tertanam di dalam diri kita mengenai agama lain, tapi kalau misinya adalah untuk menuju perbaikan sosial, maka mutlak diperlukan yang namanya kesalingpengertian. Apakah tega melihat anak cucu kita, bahkan sampai kiamat, harus mewarisi persoalan-persoalan ini? tidak adakah ruang bagi mereka untuk merasakan kedamaian di dunia ini?
Sedikitnya ada tiga hal yang mungkin dapat kita lakukan demi terciptanya hubungan yang harmonis bagi kedua belah pihak. Pertama, cobalah pahami ajaran agama lain dengan baik dan benar (kredibel). Masukkan juga hati yang bersih tanpa prasangka saat memperlajarinya, karena kalau niatnya saja sudah negatif, maka sudah tahulah bagaimana hasilnya. Jika merasa agak kesulitan, bisa tanyakan kepada orang yang berkompeten di bidangnya, seperti ulama, cendekiawan, imam, pastur, dan sebagainya. Harus dipahami bahwa tidak ada sesuatu yang homogen di dalam suatu agama, jadi jangan mudah untuk menjustifikasi agama tersebut, yang padahal bisa jadi itu baru salah satu dari pendangan agama tersebut. Kedua, kalaupun akhirnya mendapatkan sesuatu yang tidak disepakati –setelah menelusuri sumber, baik karena bertentangan dengan rasio maupun ajaran agama yang diyakini, sebaiknya rasa toleransi bahkan empati harus ditekankan. Kalaupun hendak membantah, pilihlah waktu dan tempat yang cocok, seperti memang sedang berada di dalam kegiatan perdebatan teologis misalnya. Jadi, tidak bisa berbicara seenaknya. Dalam Islam sendiri ada larangan menghina Tuhan atau ajaran agama lain karena ditakutkan mereka akan membalas kepada sesuatu secara berlebihan (tidak pada porsi yang tepat). Terakhir, patut diketahui oleh kedua belah pihak, bahwa Islam dan Kristen memiliki kesamaan-kesamaan di dalam ajarannya. Yang paling terasa adalah anjuran untuk mencintai Tuhan dan mencintai sesama –tanpa pandang bulu. Dua hal ini seharusnya yang dijadikan perhatian oleh manusia modern jika sungguh-sungguh mengharapkan masa depan dunia yang lebih baik. Semoga. []

Pare, 17 Oktober 2016.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da