Langsung ke konten utama

Andai Buya Syafii Maarif adalah Quraish Shihab




Beberapa hari yang lalu santer penyebaran olok-olok yang ditujukan kepada mantan ketua Muhammadiyah, Buya Syafi’i Maarif, mulai dari ujuran si tua bangka, si pikun, dan lain sebagainya. Pasalnya, ulama yang sudah berkepala delapan ini terkesan “membela” Ahok, yang menurut mereka sudah jelas-jelas bersalah karena telah menistakan agama. Siapa lagi kalau bukan si kanan -musuh bubuyan si kiri- yang reaksioner, mudah marah, mudah tersulut isu, dan memiliki semangat keagamaan yang membara.
Untung yang diolok adalah Buya, seorang ulama yang sebenarnya tidak terlalu saya kenal -hanya mengenal lewat tulisanya saja. Itu saja sudah membuat saya risih. Andai Buya adalah Quraish Shihab, mungkin reaksi saya akan sedikit lebih lebay. Maklum, karena Pak Quraish telah banyak mengajarkan saya tentang keislaman melalui ceramah maupun karya-karyanya yang begitu memesona. Selain mampu membawa warna Islam yang santun dan damai, beliau dapat dikatakan memiliki karakter yang serba moderat.
Waktu itu misalnya, urat saya menjadi tegang sekali ketika ada orang yang meledek-ledek Quraish Shihab hanya karena pandangannya yang unik tentang Syi’ah atau jilbab. Belum tahu-menahu, belum kenal-mengenal, juga belum membaca seluruh karya-karyanya, sudah berani mengolok-olok ulama tafsir yang sepanjang hidupnya (S1 sampai S3) didedikasikan untuk belajar Al-Qur’an di Universitas Al-Azhar Kairo. Bahkan, kalaupun, sekali lagi kalaupun, Quraish Shihab salah, ya wajar karena ulama juga manusia, bukan Tuhan. Dia wajar untuk salah tapi bukan berarti hanya karena ada satu-dua pendapatnya yang ganjil lantas semua pemikirannya ditinggalkan.
Begitu pun dengan Buya, seorang ulama juga intelektual muslim yang sepanjang hidupnya didedikasikan untuk mendidik anak bangsa, sangat tidak pantas hanya karena memiliki perbedaan pandangan, lalu dengan seenak jidat diolok-olok. Saking kesalnya dengan ulah pengolok-olok itu, Prof. Sumanto Al-Qurthuby dalam akun facebooknya membuat tulisan yang diberi judul Buya Syafii Ulama Sejati. Ia mengatakan,
“Cukup panjang pergumulan intelektual dan proses belajar Islam Buya dari Indonesia sampai Ohio dan akhirnya mendarat di Chicago ketika ia belajar doktor di bawah bimbingan ahli Islam ternama kelahiran Pakistan: mendiang Fazlur Rahman. Maka sangat naif dan ironis, jika ilmuwan besar yang sudah malang-melintang di dunia pendidikan dan kenyang dengan “asam-garam” pengkajian Islam, kemudian dilecehkan oleh “ustadz unyu-unyu” yang tidak memiliki kualifikasi akademik tapi hobi ceramah dan nampang di tivi,”
Bukan hanya Prof. Sumanto, para aktivis Muhammadiyah pun, yang mayoritas jelas-jelas bertolak belakang dengan pandangan Buya, tidak sampai mengolok-olok, bahkan tetap menghormatinya. Maka jangan heran kalau bermunculan postingan-postingan mereka yang “membela” Buya, meskipun dalam menyikapi masalah Ahok ini mereka berbeda arah. 
Juga muncul pembelaan dari mahasiswanya sendiri. Seperti saudara Zen RS yang menulis artikel di tirto.id tentang pengalamannya diajar oleh Buya. Ia mengatakan bahwa Buya merupakan sosok pendidik yang memiliki dedikasi begitu tinggi dalam dunia pendidikan. Walaupun bergelar Professor, Buya tetap mengajar mahasiswa S1, yang menurutnya jarang dilakukan oleh professor-professor pada umumnya karena mereka lebih senang mengajar di kelas pasca sarjana.
Ia juga mengungkapkan bahwa Buya merupakan dosen yang peduli dengan mahasiswanya. Terlihat dari antusiasnya untuk mengajar bahasa Inggris karena melihat realita mahasiswa yang minim dengan penguasaan bahasa internasional itu. Zen sampai mengikuti kelasnya meski dia sudah pernah lulus mata kuliah tersebut. Ia senang karena yang mengajar adalah Buya. Lanjutnya, jika banyak dosen yang malas memeriksa makalah mahasiswa, Buya malah sebaliknya, ia gemar memerika makalah mahasiswanya meski dalam keadaan yang sulit. Buya pernah memerika makalah mahasiswanya saat sedang berada di pesawat. Subhanallah.
Selain memiliki dedikasi yang tinggi dalam dunia pendidikan, Buya ternyata juga memiliki kepribadian yang sederhana dus bersahaja. Di umurnya yang sudah terbilang tidak muda lagi, ia tetap membawa tasnya sendiri, tanpa dibawakan oleh orang lain meski sudah banyak yang menawarkan bantuan tersebut. Ia juga menyetir mobil sendiri –tidak menggunakan sopir, karena ia memiliki prinsip kemandirian. Melakukannya sendiri selagi bisa dikerjakan sendiri karena tidak mau menyusahkan orang lain. Prof. Sumanto mengatakan kalau Buya juga sederhana dalam berpakaian, kepemilikan kendaraan, dan urusan tempat tinggal. Ia membandingkan kesederhanaan Buya yang hanya menggunakan mobil Xenia dengan para ustadz kondang yang sering menunjukkan mobil-mobil mewahnya.
Ada apa dengan bangsa ini yang menjadi ganas akan sesuatu yang tidak sama dengan mereka? apakah mereka menginginkan dunia ini sama semua? jangan konyol. Boleh berbeda, tapi mbok ya tetap menggunakan akal sehat dan etika dalam bersikap. Berhenti mengolok-olok karena hal tersebut sama sekali tidak membuat objek yang anda olok menjadi hina, malah olokan itu akan kembali kepada diri anda sendiri. []
Bekasi, 15 November 2016 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da