Langsung ke konten utama

Masa Depan 411




Di malam hari saat anakku sedang belajar sejarah islam Indonesia.
“Ayah, ayah tahu kan peristiwa 411?”
“Iya anakku.”
“Apakah ayah juga berada disana?”
Sambil tersenyum sembari mengelus rambut halusnya, aku berkata, “Ayah tidak ada disana, nak.”
“Kenapa? bukankah saat itu semua umat muslim dari berbagai penjuru bumi pertiwi bersatu, berkumpul di Jakarta. Dalam bukuku ini bahkan tertulis jumlah massa diperkirakan mencapai jutaan. Mengapa ayah tidak termasuk di dalamnya?” tanyanya dengan wajah agak kecewa.
“Begini nak. Waktu itu ayah sedang belajar di suatu tempat yang menjadikan ayah tidak memungkinkan untuk turut serta dalam aksi 411. Selain itu tidak semua umat muslim bergabung disana, nak.”
“Kok bisa? bukankah Ahok sudah melakukan penghinaan terhadap agama kita?” tanya anakku sambil menggaruk-garukkan kepalanya.
“Umat muslim itu beragam, nak, yang tentunya menghasilkan reaksi yang berbeda-beda pula. Ada yang merasa kalau Ahok itu telah melakukan penistaan, tapi ada juga yang tidak merasa. Ini dua golongan utama. Yang ekstrem dari masing-masing dua golongan ini, tiada habisnya saling menggunjing, bahkan meskipun mereka sama-sama beragama Islam. Selain itu ada juga golongan lain, yaitu mereka yang cuek, acuh tak acuh dengan urusan ini. Mereka telah disibukkan dengan lingkaran setan yang melingkupi kehidupannya. Dalam peristiwa ini Allah benar-benar ingin menguji kualitas iman hamba-Nya –meskipun ujian itu seumur hidup- dan Dia sebaik-baiknya penilai.”
***

Dari dialog imajiner di atas sekurang-kurangnya kita dapat menilai diri sendiri mengenai dimana posisi kita saat ini. Dalam hati kecilku ada sih sedikit penyesalan mengapa di momentum besar itu aku tidak berada disana, bersama para ulama yang sedang pejuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Bukan untuk berteriak-teriak menggunakan toa, karena aku menyadari kalau diri ini selain tidak memiliki suara yang keras dus menggebu-gebu, pun tidak pandai dalam memengaruhi massa. Selain itu aku pun bukan siapa-siapa. Anak kyai bukan, anak professor bukan, ketua organisasi juga bukan. Kalau ada yang harus dibanggain ya cuma pernah jadi mantan Raline Shah timnas futsal SMA.
Tapi walaupun bukan siapa-siapa, aku ini masih satu bagian dari mereka –umat Muslim. Bukankah umat Muslim itu bagaikan satu badan? dimana jika ada satu bagian yang terkena masalah, maka bagian tubuh lainnya akan merasakannya juga. Aku memang bukan berada di bagian kepala, bukan otak, bukan hati, bukan juga jantung, tapi setidaknya aku adalah satu bagian dari triliunan sel yang menyusun otak. Hanya saja apa dayaku, Alquran sendiri menyatakan kalau para pembelajar tidak dikenai kewajiban untuk ikut jihad semacam ini. Betapapun, aku selalu memantau kabar yang beredar semampunya. Kenapa semampunya? karena sulit sekali untuk mempercayai informasi-informasi yang beredar, baik dari televisi, media cetak, maupun online. Selain masih simpang siur, juga banyaknya kepentingan yang menunggangi media-media tersebut.

Nabi saw tidak marah untuk (kepentingan) pribadinya. Namun, jika agama Allah dihina, maka tidak ada sesuatu apapun yang bisa tegak di hadapan kemarahan beliau. (Sayyid at-Thanthawi, disarikan dari hadits riwayat Hindun bin Abi Halah yang dikeluarkan oleh Imam at-Thabarani dan Imam at-Tirmidzi)
 
Merinding sekali saat melihat postingan foto bagaimana situasi bundaran Hotel Indonesia (HI) dan sekitarnya yang dipenuhi oleh lautan putih. Kali ini aku setuju dengan statement Denny JA yang menyatakan bahwa siapapun yang telah berpengalaman di dunia pergerakan maka mereka akan memahami bahwa mustahil ada gerakan sebesar ini (demo 411) jika tidak ada gerakan hati yang memang JUJUR dirasakan oleh para pelakunya. Lanjutnya, itu adalah girah agama. Disini ingin kutambahkan juga, sebagaimana yang pernah kutekankan pada tulisan sebelumnya, hanya orang piciklah yang menganggap aksi ini merupakan tindakan-tindakan politis, apalagi kalau hanya untuk memenangkan calon Anis-Uno.
Aku salut dengan aksi demo yang berjalan dengan damai, setidaknya hingga magrib. Ini benar-benar akan menjadi role model dunia Islam bagaimana umat muslim dapat mengekspresikan pendapatnya dengan jalan yang santun dan bermoral. Sayang, kejadiannya kurang menghasilkan happy ending.
Terpotret beberapa tindakan anarkis yang dilakukan “massa” pada malam hari yang membuat orang-orang kontra-demo kembali tersenyum bengis. Sama halnya dengan beberapa non-muslim yang aku rasa belum memiliki kedewasaan dalam beragama. Sekejap setelah beredarnya berita ini, mereka segera meluncurkan rudal caci-makian yang semakin memanaskan suasana, padahal sampai saat ini belum fix siapa pelakunya.
Ada beberapa kemungkinan. Pertama, tindakan anarkis itu dilakukan oleh para oknum settingan yang sebenarnya bukan pendemo damai 411. Malam hari menjadi waktu yang sangat tepat untuk mengirim orang-orang semacam ini karena identitas yang sulit dikenali. Kemungkinan kedua adalah karena ulah polisi yang sangat menekan massa demonstran dengan semprotan gas air mata membuat massa harus melawannya. By the way, jujur, air mataku bercucuran –setelah terakhir kali menangis sewaktu menonton drama asia- ketika mendapat berita kalau Ust. Arifin Ilham dan Syaikh Ali Jaber terkena serangan gas air mata sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Dan kemungkinan terakhir ialah karena murni ulah pendemo 411. Hal ini sebenarnya akan sangat mungkin terhindarkan jika umat muslim memiliki manajerial aksi (demo) yang matang sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu aktivis Persatuan Islam (Persis).
Kesedihan dan kekecewaan massa semakin menjadi-jadi saat Pak Presiden mengeluarkan jurusnya, menghilang dari “kehidupan”. Mungkin ke planet Mars untuk blusukan ke para alien. Dahulu aku lebih memilihnya dibanding Prabowo karena kesederhanaan dan kebiasaan blusukannya, tapi sepertinya aku sudah terkena jebakan batman. Ketika rakyatnya sendiri yang mendatangi, terlebih itu adalah para ulama, ia malah menghindar. Apa susahnya ia membuka pintu kepada tamu yang hadir? terlebih si tamu sudah memberi tahu beberapa hari sebelumnya. Syukurnya, Pak Yusuf Kalla agak mengobati sesak dada para demonstran. Ia menyatakan bahwa kasus ini akan ditindak secara cepat, tegas, dan selesai selambat-lambatnya dua minggu (18 November).
Lalu apa yang terjadi pada tanggal 18 November? Ada beberapa spekulasi yang mungkin dapat membantu kita untuk meraba apa yang akan terjadi nanti. Kemungkinan pertama, dan ini yang paling diinginkan oleh massa demonstran 411, yaitu Ahok terbukti salah dan akhirnya dipidanakan. Kemungkinan pertama ini menghasilkan beberapa konsekuensi positif-negatif. Positifnya, setidaknya pemerintah, termasuk Jokowi dan aparat hukum tidak jadi kehilangan kepercayaan masyarakat (muslim); kondisi akan semakin kondusif; dan akan menjadikan pelajaran ampuh bagi para pemimpin untuk dapat menggunakan lisannya secara bijaksana. Adapun konsekuensi negatifnya ialah seperti, sulitnya Ahok untuk terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta; timbulnya aksi-aksi negatif para pembela fanatik Ahok, atau bisa juga ejekan-ejekan dari berbagai pihak yang merasa sakit hati atas keputusan pengadilan.
Adapun kemungkinan kedua, kebalikan dari yang pertama, pengadilan memutuskan bahwa Ahok tidak bersalah. Jika ini benar-benar terjadi, dengan kondisi umat muslim Indonesia yang seperti ini –kepalang tanggung membara, kemungkinan akan ada aksi (demo) susulan yang bisa jadi jumlahnya lebih besar dari yang pertama. Akhirnya stabilitas negara menjadi semakin terancam. Posisi Jokowi pun berada di ujung tanduk, karena mereka pasti menyerukan revolusi –penurunan Jokowi. Chaos terasa dimana-mana, dan hubungan muslim-kristen semakin memburuk.
Dari dua kemungkinan di atas memang terasa ada tuntutan untuk lebih memilih ke opsi yang pertama. Memang begitu baiknya, sebagaimana paparan empat buah alasan yang dibuat oleh Denny JA dimana ia menyatakan bahwa keputusan Ahok menjadi tersangka adalah keseimbangan yang paling damai. Betapapun, hanya Allah Yang Paling Tahu bagaimana arah masa depan bangsa ini. Mari kita saksikan bersama []

Pare, 5 November 2016

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da