Langsung ke konten utama

Q & A: Jiva dari Sudut Pandang Jiva




Supaya seperti selebgram-selebgram atau youtubers, tak ada salahnya pada tulisan kali ini saya akan memaparkan edisi question and answer (Q&A) kepada orang-orang yang pernah bertanya kepada saya –dan umumnya kepada siapapun– dalam rentang waktu dan tempat yang berbeda-beda. Mari kita mulai:

1.       Kenapa terkesan jutek/sombong?
Saya pernah membaca teks reading IELTS yang kontennya tentang orang yang berkepribadian introvert. Di sana dituliskan bahwa orang yang berkepribadian introvert akan mudah dicap sombong/jutek oleh orang lain, padahal penilaian tersebut salah, atau setidaknya tidak selalu benar karena orang yang memiliki kepribadian ini sejatinya merupakan orang-orang yang pemalu dan was-was, apalagi kepada orang yang belum sepenuhnya dikenal atau merasa nyaman dengannya.
Orang-orang introvert memang cenderung menutup diri, tetapi tidak sombong/jutek. Maka langkah pertama yang dapat dilakukan terhadap orang-orang yang seperti ini –termasuk saya ialah dengan menegurnya terlebih dahulu. Layaknya tombol, mereka tidak akan berbunyi sebelum dipencet. Kontras dengan orang yang memiliki kepribadian ekstrovert yang mana lebih mudah untuk “membuka kartu”.

2.      Kapan balik ke Bandung?
Enggak tahu. Tapi insyaallah akan ke sana ketika acara resepsi pernikahan teman kuliah.

3.      Cita-citanya mau jadi apa?
Dosen, penulis, peneliti. Tapi karena saya memahami cita-cita bukan hanya sebagai sebuah profesi, sebagaimana dikatakan pula oleh KBBI, maka saya pun bercita-cita untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan non-formal yang bertumpu pada peningkatan sumber daya manusia, seperti pelatihan-pelatihan.
Selain itu, mirisnya melihat kaum wanita yang sejatinya merupakan makhluk berharga nan mulia ciptaan Tuhan, yang belakangan gemar merendahkan harkat martabatnya sendiri (mengumbar aurat, hedonis, dll) atau sebaliknya (rela dilemahkan oleh kaum pria), maka saya bercita-cita ingin meluhurkannya kembali. Di lembaga ini mereka akan melakukan proses penyadaran sekaligus penyucian diri layaknya seorang sufi yang diharapkan tidak hanya memiliki spiritualitas yang matang, melainkan juga memiliki segudang keterampilan yang benefit. Saya juga ingin sekali memiliki anak asuh supaya suasana rumah lebih hidup.

4.      Jiva mazhabnya (fikih&teologi) apa sih?
Kayaknya untuk pertanyaan ini kalian akan mendapat jawaban yang “mengecewakan”. Iya, karena saya tidak bermazhab alias independen. Meskipun saya masuk dalam sebuah organisasi tertentu, bukan berarti saya menyetujui seluruh visi-misinya. Karakter organisasinya pun belum tentu merepresentasikan pemikiran saya, begitu pun sebaliknya. Masuknya saya ke sebuah organisasi hanyalah sebagai sebuah wadah untuk beramal shaleh karena melakukannya secara berjamaah akan lebih mudah.
Saya ingin menjadi orang yang bebas dan merdeka dalam berkeyakinan/berpandangan. Tentu, konsekuensi logisnya saya harus bertanggung jawab terhadap hal yang saya yakini itu, baik kepada Tuhan maupun kepada manusia.
Ada yang mau bilang saya “liberal” silakan, “kafir” silakan, atau “sesat” silakan, karena saya tak membutuhkan penilaian orang. Yang saya lakukan hanyalah berusaha semaksimal mungkin untuk menangkap pesan Tuhan, melalui akal sehat (rasio) dan atau data empiris serta hati nurani (intuisi/kata hati).
Betapapun, ketidakmelekatan diri pada sebuah mazhab tertentu bukan berarti menandakan saya meremehkan pandangan imam-imam mazhab fikih seperti Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, atau para pemimpin mazhab teologi/akidah seperti Ja’fari (Syiah), Maturidi-Asy’ari (Sunni), Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (Murjiah moderat), Wasil bin Atha (Mu’tazilah), dll. Tidak! Pandangan para imam mazhab tersebut sangat bermanfaat bagi referensi saya.

5.      Kok terkesan membela Kristen?
Tidak sama sekali. Siapapun yang saya anggap benar, itulah yang akan saya bela, apapun agamanya. Karena itulah yang saya pahami dari ajaran Nabi Muhammad. Buat apa membela atau berpihak kepada seseorang yang mengaku muslim tetapi ia berbuat dzalim?

6.      Fanatik banget sih sama Quraish Shihab?
Prof. Quraish Shihab adalah seorang ulama yang sangat saya kagumi, selain karena kedalaman ilmu dan kerendahan hatinya, ia pun senantiasa berada di jalan tengah (moderat) yang dengan hal tersebut telah membentuk karakter utama dalam corak pemahaman keberagamaan saya. Hal itu yang saya tangkap dari seluruh karyanya (buku) yang hampir keseluruhannya sudah saya baca.
Banyak yang membenci Quraish Shihab, tapi saya yakin hal itu karena mereka belum membaca banyak karya-karyanya. Kalau saja si pembenci itu menyempatkan diri untuk membacanya, atau bahkan mengenalnya secara personal, maka bisa jadi ia akan segera mengubah pandangannya.
Jika ada pandangannya yang terlihat “aneh” boleh saja kalian tidak setuju, tetapi bukan berarti membenci apalagi meninggalkan seluruh tuntunannya. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa tidak ada satupun manusia yang luput dari kekurangan, maka sangat tidak tepat jika kita melihat sedikit kekurangan orang tersebut padahal kelebihannya lebih banyak.
Meskipun saya sangat mengaguminya, bukan berarti kekritisan saya berkurang. Ada juga pemahaman-pemahamannya yang tidak saya setujui seperti tentang jilbab misalnya.

7.      Bagaimana ceritanya bisa suka menulis?
Karena saya suka membaca.

8.      Bagaimana sih tipsnya supaya suka membaca?
Harus pahami bahwa buku adalah sumber ilmu. Dengan membaca buku, kita bisa sangat menghemat waktu. Kalau orang-orang pergi jauh untuk memperoleh informasi, kita bisa mengetahuinya dengan hanya duduk manis. Kita juga dapat mengetahui sesuatu yang pernah terjadi (sejarah), dan segala macam manfaat lainnya.
Setelah memahami betapa pentingnya buku sebagai sumber ilmu, maka mulailah untuk meluangkan waktu untuk membaca. Baiknya lagi dikasih target deadline, kapan harus selesai membaca satu buah bukunya. Sejak kuliah saya sudah terbiasa menargetkan 100 halaman untuk dibaca setiap harinya.
Bacalah sesuatu yang kalian sukai terlebih dahulu, yang ringan seperti novel atau cerpen. Kalau sudah terbiasa membaca, maka tingkatkanlah itensitas dan kualitasnya dengan membaca buku-buku non-fiksi.

9.      Ada rencana mau nulis buku apa lagi?
Sekarang lagi menulis tentang tokoh-tokoh muslim Indonesia, masih belum selesai tapi semoga cepat rampung. Dan yang terpenting, semoga diterima oleh penerbit. Saya juga ingin sekali menulis tentang tasawuf.

10.  Kenapa memilih kuliah/studi kajian islam (tasawuf)? Bukannya suka dengan pemikiran/filsafat? Jadi kayak Al-Ghazali yah (hehehe..sambil sedikit meledek)
Kayaknya saya belum pernah concern sama filsafat, meskipun suka dengan materi-materinya, saya cukup kesulitan untuk memahaminya, apalagi dalam ilmu filsafat terlalu banyak istilah yang tidak saya pahami.
Kenapa memilih tasawuf, karena saya merasa tasawuf adalah puncak agama. Esensi dari Islam adalah tasawuf, menyucikan diri segala kekotoran batiniah untuk meraih kedekatan kepada Allah (versi tasawuf akhlaqi) atau bersatu dengan-Nya (versi tasawuf falsafi). Jika telah dekat dengan Tuhan, maka kita akan diberi penglihatan-penglihan rohani, melakukan perjalanan-perjalanan spiritual yang mana akan semakin menguatkan keyakinan kita. Di sanalah Allah akan memberitakan kebenaran yang hakiki, sesuatu yang diidam-idamkan oleh para pencari kebenaran. Allahu alam.

11.  Dulu suka tafsir, lalu pemikiran –keislaman– kemudian tertarik pada hubungan antar agama, dan sekarang malah menyemplungkan diri ke tasawuf. Kok ganti-ganti sih?
Manusia senantiasa berubah dan semoga keberubahan saya semakin meningkatkan kematangan saya dalam beragama.

Sebenarnya masih ada beberapa pertanyaan lagi, tapi karena sangat berbau fikiqiyyah, mungkin di lain kesempatan. Semoga bermanfaat.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da