Langsung ke konten utama

Ummatan Wasaṭan




Saya menulis ini bukan karena merasa sudah benar, tapi hanya ingin mengungkapkan apa yang ada di benak. Dan tak ada salahnya untuk diutarakan kepada teman-temanku yang gemar membaca. Sungguh kalian tak mengabaikan firman Allah, “iqra”. Tak lupa ucapan terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman, —apakah itu akhwat/ ikhwan, atau cewe/cwo, tapi penulis lebih senang menggunakan kata lelaki/perempuan— yang telah mau meluangkan waktunya untuk membaca tulisan ini.
Jika boleh saya berpendapat, umat islam ini sedang berada dalam keadaan yang paradoks. Di satu sisi saya melihat ada beberapa orang yang merasa paling tahu tentang agamanya. Sudah berani menjustifikasi golongan ini dan itu salah. “Kami yang paling benar, kami yang paling tahu hukum Tuhan, apakah kalian tidak membaca kitab bahwa Tuhan berkata ini, berkata itu?” itulah ungkapan-ungkapannya. Padahal tidak, sesungguhnya mereka hanya mengetahui sedikit saja. Mereka itulah yang masih berfikiran picik…Hanya karena berbeda pendapat dengan yang lain atau ada seseorang yang pemikirannya sedikit nyeleneh, mereka telah  menyempitkan surga yang sudah diluaskan oleh Yang Maha Pemurah. Mengklaim sana sini kafir. Aku mohon ampun kepada Allah, Tuhan Yang Maha Agung
Tapi disisi lain aku juga menemukan beberapa orang yang juga sok tahu agama, dan sudah merasa dirinya yang paling dekat dengan Tuhannya, seakan-akan mereka sudah bercanda-tawa dengan Sang Tuhan. “buat apa shalat dimasjid? Emangnya Tuhan Cuma ada di masjid aja. Kenapa percintaan sesama jenis dilarang? Mereka juga berhak merasakan cinta dong” atau kata-kata lain yang ungkapannya sering kali membuat geram golongan lain.
Lantas kita harus memilih yang mana? Apakah mau menjadi golongan yang pertama? Atau yang kedua? Itu terserah pembaca, karena hidup ini memang sebuah pilihan. (punten, saya bukan yang beraliran fatalis).
Kalau untuk penulis sendiri lebih tertarik dengan firman Allah, “demikianlah itu Kami menjadikan kamu ummatan wasatan agar kamu menjadi saksi atas (perbutan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. Kalau kata Pak Quraish, “sesuatu yang baik berada pada posisi diantara dua titik ekstrem. Bukankah menghadapi dua pihak yang sedang bersiteru itu disebut wasit? ” oleh karena itu, kita dituntut untuk menjadi orang yang wasit/ moderat, yang posisinya ditengah agar dapat dilihat oleh semua pihak.
Beliau melanjutkan bahwa sikap moderat akan mengundang umat islam untuk saling berinteraksi, berdialog dan terbuka dengan semua pihak, karena mereka tidak akan menjadi saksi maupun berlaku adil jika mereka tertutup atau menutup diri.

Bukankah orang bijak pernah berkata, “pandanglah sesuatu dari tempat ketinggian!”

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da