Langsung ke konten utama

Meneladani Mujahid dari Kaum Yasin

Siapa yang tak kenal dengan surat ini? Mayoritas umat islam terutama kalangan Nahdaliyyin di Indonesia sering membacanya, baik di kala malam jumat, ketika mentalqin orang yang sedang sakaratul maut, di saat ada yang meninggal dunia –biasanya selama tujuh hari sejak kematian- atau sekedar membacanya ketika sesuai shalat.
Tetapi apakah kita sudah memahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya? Saya takut kalau-kalau kita hanya membaca tanpa mengetahui maknanya. Allah memberikan kita Alquran bukan hanya di baca di masjid-masjid atau di rumah. Alquran adalah sebuah buku panduan hidup  (hudan li an-nas) untuk manusia meraih kebahagiaan dunia akhirat. Bagaimana mungkin buku panduan dapat menyelesaikan masalah jika hanya dibaca. Sudah tentu harus diterapkan.
Sebagai seorang aktivis dakwah kampus, mutlak memahami kandungan yang terdapat dalam Alquran, setidaknya kita belajar untuk memahaminya. Terlebih surat Yasin yang sudah sangat tidak asing ditelinga.
Saya tidak akan membahas seluruh topik yang ada di surat Yasin, bukan di sini tempatnya. Tetapi jika saudara-saudara ku tertarik mengenai kandungan surat ini, kalian bisa merujuk ke dalam kitab-kitab tafsir seperti tafsir Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, dan sebagainya. 
Dalam salah satu topik yang ada di dalam surat Yasin, terdapat sebuah kisah yang dapat diambil hikmahnya. Ingin tahu? Mari kita bahas bersama.
Surat Yasin ayat 13-32 menceritakan sebuah kisah beberapa orang pembela agama Allah. Mereka tak gentar menghadapi berbagai ancaman dan tantangan, kukuh dalam iman meski nyawa taruhannya. Begitu hebat perjuangannya, sampai-sampai Allah mengabadikannya dalam Alquran. Simak ayatnya!
ó>ÎŽôÑ$#urMçlm;¸xsW¨B|=»ptõ¾r&Ïptƒös)ø9$#øŒÎ)$yduä!%y`tbqè=yößJø9$#ÇÊÌÈøŒÎ)!$uZù=yör&ãNÍköŽs9Î)Èû÷üuZøO$#$yJèdqç/¤s3sù$tRø¨yèsù;]Ï9$sVÎ/(#þqä9$s)sù!$¯RÎ)Nä3øs9Î)tbqè=yóDÇÊÍÈ(#qä9$s%!$tBóOçFRr&žwÎ)׎|³o0$oYè=÷WÏiB!$tBurtAtRr&ß`»oH÷q§9$#`ÏB>äóÓx«÷bÎ)óOçFRr&žwÎ)tbqç/Éõ3x?ÇÊÎÈ(#qä9$s%$uZš/uÞOn=÷ètƒ!$¯RÎ)óOä3ös9Î)tbqè=yößJs9ÇÊÏÈ$tBur!$uZøŠn=tãžwÎ)à÷»n=t7ø9$#ÚúüÎ7ßJø9$#ÇÊÐÈ(#þqä9$s%$¯RÎ)$tR÷Ž¨sÜs?öNä3Î/(ûÈõs9óO©9(#qßgtF^s?ö/ä3§YuHäd÷Žt\s9Oä3§Z¡¡yJus9ur$¨ZÏiBë>#xtãÒOŠÏ9r&ÇÊÑÈ(#qä9$s%Nä.âŽÈµ¯»sÛöNä3yè¨B4ûÉîr&Oè?ôÅe2èŒ4ö@t/óOçFRr&×Pöqs%šcqèùÍŽô£BÇÊÒÈuä!%y`urô`ÏB$|Áø%r&ÏpuZƒÏyJø9$#×@ã_u4Ótëó¡otA$s%ÉQöqs)»tƒ(#qãèÎ7®?$#šúüÎ=yößJø9$#ÇËÉÈ(#qãèÎ7®?$#`tBžwö/ä3é=t«ó¡o#\ô_r&NèdurtbrßtGôgBÇËÊÈ$tBuruÍ<Iwßç7ôãr&Ï%©!$#ÎTtsÜsùÏmøs9Î)urtbqãèy_öè?ÇËËÈäσªBr&uä`ÏBÿ¾ÏmÏRrߊºpygÏ9#uäbÎ)Èb÷ŠÌãƒß`»oH÷q§9$#9hŽÛØÎ/žwÇ`øóè?ÓÍh_tãöNßgçFyè»xÿx©$\«øx©ŸwurÈbräÉ)ZãƒÇËÌÈþÎoTÎ)#]ŒÎ)Å"©99@»n=|ÊAûüÎ7BÇËÍÈþÎoTÎ)àMZtB#uäöNä3În/tÎ/ÈbqãèyJó$$sùÇËÎÈŸ@ŠÏ%È@äz÷Š$#sp¨Ypgø:$#(tA$s%|Møn=»tƒÍGöqs%tbqßJn=ôètƒÇËÏÈ$yJÎ/txÿxîÍ<În1uÓÍ_n=yèy_urz`ÏBtûüÏBtõ3ßJø9$#ÇËÐÈ*!$tBur$uZø9tRr&4n?tã¾ÏmÏBöqs%.`ÏB¾ÍnÏ÷èt/`ÏB7Zã_šÆÏiBÏä!$yJ¡¡9$#$tBur$¨Zä.tû,Î!Í\ãBÇËÑÈbÎ)ôMtR%x.žwÎ)Zpysø|¹ZoyÏnºur#sŒÎ*sùöNèdtbrßÏJ»yzÇËÒȸouŽô£ys»tƒn?tãÏŠ$t6Ïèø9$#4$tBOÎgŠÏ?ù'tƒ`ÏiB@AqߧžwÎ)(#qçR%x.¾ÏmÎ/tbrâäÌöktJó¡oÇÌÉÈóOs9r&(#÷rttƒö/x.$uZõ3n=÷dr&Nßgn=ö6s%šÆÏiBÈbrãà)ø9$#öNåk¨Xr&öNÍköŽs9Î)ŸwtbqãèÅ_ötƒÇÌÊÈbÎ)ur@@ä.$£J©9ÓìŠÏHsd$uZ÷ƒt$©!tbrçŽ|ØøtèCÇÌËÈ
“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, Yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, Maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang-orang di utus kepadamu". Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti Kami dan Allāh  yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". Mereka berkata: "Tuhan Kami mengetahui bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang yang diutus kepada kamu". Dan kewajiban Kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allāh ) dengan jelas". Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas". Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu". Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain nya jika (Allāh ) yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; Maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku. Dikatakan (kepadanya): "Masuklah ke syurga". ia berkata: "Alangkah baiknya Sekiranya kamumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku Termasuk orang-orang yang dimuliakan". Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah Dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; Maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang Rasul kepada mereka, mereka selalu mengolok-oloknya. Tidakkah mereka mengetahui berapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan. Orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tidak ada yang kembali kepada mereka. Dan setiap (umat), semuanya akan dihadapkan kepada Kami.(QS. Yasin [36]: 13-32)
Pada surat ini Allah  menguraikan satu contoh cerita tentang kisah penduduk suatu negeri. Keadaan mereka tidak jauh dengan keadaan masyarakat di zaman Rasulullah –penduduk Thaif- yang menolak risalah kenabian.
Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk menyampaikan kisah tersebut kepada umatnya supaya mereka (penduduk Mekkah) dapat menarik pelajaran dan mendorong mereka untuk beriman  dan takut jika keadaan penduduk negeri ituakan dialami pula orang mereka.
Telah terkenal oleh ulama kalangan salaf dan khalaf bahwa nama negeri tersebut bernama Anṭakiyaħ, yaitu suatu kota lama di wilayah Suriah dewasa ini. Berita ini diriwayatkan oleh Ibn Ishaq yang berasal dari Ibn ‘Abbās Demikian halnya yang diriwayatkan dari ‘Ikrimaħ, Qatadaħ, Az-ZuhrĪ dan lain-lainnya[1].
Pada permulaan abad tahun masehi Anṭakiyaħ merupakan salah satu kota yang penting sekali di Suriyah utara. Tempat ini dibangun oleh Seleucus Nicator, salah seorang pengganti Iskandar Agung, sekitar 300 tahun P.M untuk mengenang ayahnya yaitu Antiochus. Letak kota itu dekat laut, dan pelabuhannya di Seleusia. Tak lama sepeninggal Nabi Isa, murid-muridnya berhasil menyebarkan agama disana dan disanalah murid-murid itu disebut pertama kalinya dengan “kristen” kemudian tempat itu menjadi pusat keuskupan yang sangat penting dalam gereja kristen[2].
Tetapi pendapat ini ditolak oleh beberapaulama dengan alasan bahwa Anṭakiyaħ tidak pernah dibinasakan, baik pada masa NabiIsa maupun sebelumnya, sedangkan kisah negeri yang diuraikan disini menegaskan pembinasaan penduduk negeri itu. Di sisi lain penduduk negeri itu dikenal sebagai penduduk pertama yang mempercayai kerasulan Isa dan disana dikenal banyak sekali pemuka-pemuka agama Kristen[3].
Ibn Ishaq berkata,dari Ibn ‘Abbās, Ka’ab Al-Aḥbār dan Wahb berkata: “Dahulu mereka memiliki seorang raja yang bernama Antikus bin Antikus yang menyembah berhala. Maka Allah  mengutus tiga orang Rasul, yaitu: Ṣādiq, Maṣdūq,dan Syalūm. Namun mereka mendustakan ketiga Rasul tersebut. Mereka adalah para Rasūl yang diutus oleh Allah. Namun Qatadaħ beranggapan bahwa ketiga utusan datang dari  pengikut Nabi Isa. Demikian yang halnya diungkapkan oleh IbnuJarir dari Wahb dari Ibn Sulaiman dari Syu’aib al-jabai, ia berkata: “Nama-nama Rasul tersebut adalah: Syam’un, Yohana, dan Paulus. Sedangkan negeri tersebut bernama Anṭakiyaħ.” Namun pendapat ini sangat lemah, sebab Anṭakiyaħ adalah kota pertama yang beriman kepada Isa ketika ketiga hawariyyun (pengikut setia Nabi Isa) tersebut diutus kepada mereka[4].
Hemat saya, apakah itu berada di Anṭakiyaħ atau bukan, tidaklah merupakan sebuah permasalahan yang besar, yang pasti peristiwa tersebut pernah ada di muka bumi ini (bukan mitos) dan bisa dijadikan bahan pelajaran bagi umat selanjutnya.
Siapa pun namanya, mereka adalah para penyebar risalah Nabi Isa –yang masih murni-. Sayangnya, risalah tersebut diabaikan oleh penduduk setempat.
Ulama Kontemporer, IbnAsyur[5] menilai bahwa penduduk negeri yang menolak ini adalah kelompokpenyembah berhala yang berasal dari Yunanikarena mereka tidak percaya Tuhan mengutus manusia menyampaikan ajaran-Nya. Boleh jadi juga penolakan itu bersumber dari orang-orang Yahudi penduduk negeri itu karena mereka menolak adanya Rasul sesudah Nabi Musa.
Penduduk tersebut menolaknya dengan beranggapan bahwa kehadiran para utusan itu berdampak negatif terhadap kehidupan mereka. Dalam konteks ayat ini[6], sementara ulama berpendapat bahwa dampak negatif yang mereka maksud ialah munculnya bencana di daerah tersebut, seperti wabah penyakit, paceklik, atau semacamnya dan jika para utusan itu tidak berhenti maka mereka akan merajamnya dengan batu hingga mati, “sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami)  niscaya kami akan merajam kamu”.
Lalu utusan-utusan itu berkata: “Kemalangan kamu adalah kemalangan kamu sendiri, apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang?)” yaitu apakah dikarenakan kami telah memberi peringatan kepada kalian berupa petunjuk kebenaran dan kami menyeru kalian kepada-Nya, lantas kalian mengancam akan membunuh dan menghina kami? “sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” 
Demikian sikap penduduk tersebut kepada Para Rasulnya. Berita tentang keadaan mereka pun tersebar dimana-mana dan akhirnya datanglah dariujung kota, seorang laki-laki mukmin yang tergugah hatinya melihat sikap kaumnya menghadapi ketiga Rasul tersebut. Ia mengunjungi tempat mereka dengan berjalan bergegas-gegas dan dengan penuh kesungguhan.
Dia berkata menasehati mereka “Hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu dalam tuntunan-tuntunan mereka, ikutilah dengan tekun dan sungguh-sungguh walau hanya seorang terlebih lagi mereka bertiga yang tidak seorang pun dari mereka yang meminta dari kamu imbalan walau sedikit.
Lelaki mukmin itu diduga oleh sementara pakar bernama Habib An-Najjar. Beliau menjelaskan kepada penduduk disana bahwa para Rasul itu tulus dalam menyampaikan risalahnya  dan bersedia meluangkan waktu untuk menyampaikan kebenaran tanpa mengharapkan imbalan dari makhluk.
Sebagaimana yang tertera dalam hadits, beliau adalah seorang yang telah menderita penyakit kusta bertahun-tahun, kemudian Allah menyembuhkannya melalui perantara tangan utusan Nabi Isa. Kemudian ia pun beriman dan masuk islam. Ia menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah. Namun tatkala sampai kepadanya berita bahwa penduduk kota tersebut ingin menyerang para utusan itu, lalu ia datang dengan bergegas untuk menolong dakwah mereka dan menyeru penduduknya untuk beriman kepada Allah[7].
Ironinya, walau sudah diperingati (nasihat) oleh Habib An-Najjar, penduduk tersebut tetap saja membangkang. Kekesalan itu hingga memberanikan diri mereka untuk membunuh Habib An-Najjar. Maka mereka melemparnya dengan batu hingga gugur sebagai syahid. Di sela-sela akhir kematiannya, laki-laki tersebut berbicara kepada para Rasul, “Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu, maka dengarlah (pengakuan keimanan)ku
Ketika itu datanglah malaikat menyambut ruhnya. Dikatakan kepadanya oleh para malaikat: “masuklah ke surga, yakni[8] bergembiralah dengan surga yang akan engkau masuki kelak atau nikmatilah kenikmatan surgawi di alam kubur sebelum menikmati surga yang akan engkau huni” mendengar kabar tersebut, ia yang demikian suci hatinya lagi tidak menaruh dendam walau kepada para pembunuhnya berkata : “alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui ” yang sedang ku alami ini dan mengetahui pula apa yang menyebabkan Tuhan pemelihara yang selalu berbuat baik kepadaku mengampuni aku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.
Setelah peristiwa itu terjadi, maka Allah berfirman, “Kami tidak perlu menurunkan satu pasukan (pembawa risalah lain) pun dari langit kepada kaumnya, dan kami tidak perlu menurunkannya. Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja, maka seketika itu mereka mati”
Beberapa ahli tafsir mengatakan bahwa Allah  mengutus malaikat Jibril untuk membuka dua daun pintu gerbang kota tersebut. Lalu ia berteriak kepada mereka dengan satu teriakan. Maka serentak mereka mati semua, yakni suara tersebut menjadikan mereka tidak dapat bersuara dan tidak dapat bergerak. Tidak ada satu pun yang tersisa dari mereka.
Begitulah akhir kisah yang dialami oleh penduduk yang mengingkari Para Rasulnya. Nabi Muhammad mempersamakan kisah tersebut dengan peristiwa yang dialami sahabat beliau ‘Urwah bin mas’ud. Beliau adalah seorang penduduk kota Thaif yang memeluk islam pada tahun kesembilan kenabian. Setelah memeluk islam, beliau kembali ke kota tersebut untuk menyebarkan dakwah karena memang Thaif masih menyembah berhala. Di sana beliau mengunjungi berhala-berhala itu, yaitu Latta dan Uzza sambil melecehkannya.Langsung saja penduduk Thaif marah lalu ‘Urwah bin Mas’ud berseru: “Peluklah agama islam agar kalian selamat” tetapi salah seorang memanahnya dan mengenai urat nadi di lengannya sehingga beliau gugur. Nabi bersabda “dia seperti seorang tokoh surat yasin (Habib An-Najjar) yang berkata alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan tuhanku mengampuni aku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan’ ” (HR. Abi Hatim)
Hikmah yang Bisa Diambil
Setelah mengetahui dan meresapi kisah di atas, banyak yang hal dapat kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga. Tidak perlu berpanjang lebar saya menjelaskan, karena saya yakin kalian sendiri bisa menemukannya. Tetapi tidak ada salahnya jika dipaparkan beberapa diantaranya yaitu:
1.      Dalam berdakwah dibutuhkan massa yang banyak, tidak bisa jika dilakukan sendiri-sendiri. bukankah Allah –dalam berbagai kesempatan- sering menganjurkan kita untuk bersatu melawan kezaliman? Surat Ali Imron ayat 104 bahkan sering kali dijadikan dalil untuk perlunya bergabung dengan organisasi supaya dakwah pun lebih maksimal. Surat Yasin ayat 14 pun sama. Menceritakan bahwa perlunya banyak massa untuk menegakkan islam. Diceritakan sudah ada dua utusan, ditambah lagi utusan selanjutnya, ditambah lagi dengan munculnya Habib An-Najjar.
2.      Perlu saya tekankan berkali-kali, dalam berdakwah tidak ada yang namanya paksaan. Kewajiban kita sebagai pendakwah hanyalah menyampaikan (secara terus-menerus) seperti yang tertera dalam ayat 17. Ayat lain seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 256 ‘tidak ada paksaan dalam (menganut) agama islam’ pun berkata demikian.
3.      Ketika berdakwah tidak dianjurkan meminta imbalan apapun (harta, jabatan, dan sebagainya), tetapi bukan berarti harus menolak pemberian orang. Rasul pun seperti tidak pernah sekali pun menolak pemberian orang. Upayakan setiap dakwah kita disertai dengan niat yang tulus hanya ingin mendapat ridha Allah.
4.      Berdakwah memang perlu ketegasan, tetapi tetap harus berlaku lemah lembut. Bahkan usahakan jangan ada dendam atau perasaan benci terhadap mereka. Biarkan yang ada hanyalah rasa cinta dalam diri sehingga tidak ada kesempatan untuk membenci apapun. Contoh ini dapat kita lihat dari ucapan Habib An-Najjar, “alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui”. Perhatikan! Padahal sudah jelas-jelas dia disakiti oleh umatnya, bahkan dirajam. Mungkin kalau kita, akan mendoakan supaya umat itu mati terpuruk dalam keadaan hina atau terkena bencana, berbeda dengan sikap Habib An-Najjar, ia malah berharap jika umatnya mengetahui keadaannya, yang berarti ia berharap supaya kaumnya diberi hidayah oleh Allah. Agaknya yang demikian patut di contoh oleh aktivis dakwah.
5.      Salah satu materi dakwah yang dapat disampaikan adalah tentang peristiwa umat terdahulu supaya dapat menggugah hati. Seperti ‘bayangkan jika kita melakukan anu seperti yang telah dilakukan oleh kaum anu, bisa jadi Allah akan membalasnya dengan anu juga


[1] Ibnu Katsir. (2010). Kisah Para Nabi dan Rasul. Jakarta: Pustaka As-Sunnah, hlm. 403
[2] Abdullah Yusuf Ali. (1994). Quran Terjemah dan Tafsirannya. Bogor: Pustaka Litera, hlm. 1030
[3] Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, hlm. 124
[4] Ibnu Katsir. (2010). Kisah Para Nabi dan Rasul. Jakarta: Pustaka As-Sunnah, hlm. 403
[5] Op Cit, hlm. 127
[6] Lihat Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, hlm. 128
[7] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. (2009). Tafsir Alquran Al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah, hlm. 160. Lihat juga Al-Qurthubi. (2009). Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, hlm. 37
[8] Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, hlm. 137

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah bertuhan? Juga Perlukah Beragama?

#BookReview ke-2 Awalnya saya ragu untuk me-review buku The God Delusion karangan Richard Dawkins, seorang ateis ahli etologi asal Inggris, yang dapat dikatakan merupakan salah satu “kitab sucinya” para ateis kontemporer. Untuk itu sedari awal saya hendak memberi tahu bahwa upaya pe-review-an buku jenis ini bukan berarti sebuah ajakan untuk menjadi seorang ateis, bukan, melainkan undangan kepada para pembaca, khususnya umat muslim, untuk dapat memeriksa kembali keyakinannya. Apakah benar keyakinan akan keislamannya dapat dibuktikan, didemonstrasikan atau sekadar keyakinan taken for granted dari orangtua dan lingkungannya. Frasa “agama warisan” yang pernah dituturkan Afi Nihaya Faradisa, remaja SMA yang sempat viral beberapa bulan lalu, mungkin cocok untuk menggambarkan persoalan ini. Buku hasil terjemahan Zaim Rofiqi setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Banana pada tahun 2013 berkat sokongan Dr.Ryu Hasan, seorang dosen di Universitas Airlangga yang diduga kuat j

ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. H. Syahidin, M.Pd   dan Mokh. Iman Firmansyah M.A g Disusunoleh Kelompok 9 M. Jiva Agung                        (1202282) Eneng Dewi Zaakiyah            (1202855) PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR             Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya lah penyusun telah mampu menyelesaikan makalah kelompok ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Makalah yang berjudul “Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun makalah ini membahas mengenai berbagai m

Sapi dalam pandangan islam

Dalam Al-Qur’an, terdapat sebuah surat panjang yang diberi nama sapi (Al-Baqarah) yang secara umum menceritakan tentang kisah Bani Israil dan Nabi Musa. Banyak hikmah yang dapat diperoleh setelah memahami isi kisahnya. Salah satunya adalah mengenai sikap Bani Israil terhadap binatang ini. Quraish Shihab dalam bukunya Dia dimana-mana menyatakan bahwa Bani Israil ingin meniru kaum Kan’an dalam hal membuat berhala. Pada masa itu kaum tersebut –Kan’an- menyembah berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu, yang duduk mengulurkan kedua tangannya bagaikan menanti pemberian. Shihab melanjutkan bahwa Bani Israil ini bermaksud untuk menandingi dan melebihi kaum Kan’an itu dengan membuatnya lebih hebat karena yang mereka buat adalah patung anak lembu yang terbuat dari emas dan bersuara, sedang milik orang Kan’an hanya terbuat dari tembaga dan tidak bersuara. [1]           Maka dari itu amat wajar jika Nabi Musa memarahi mereka tatkala beliau turun da